Catatan Perjalanan dari Makassar: Mengunjungi Masjid Amirul Mukminin Masjid Terapung di Makassar


SONY DSC

SONY DSC

MAKASSAR — Mengunjungi Makassar dari Batam, naik pesawat terbang lebih mahal ketimbang melalui Kuala Lumpur.
Kesempatan mengikuti Muktamar Muhammadiyah ke 47, Buletin Jumat (BJ) berangkat dari Kuala Lumpur bersama delegasi dari Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam. Tiba di bandara Hasanuddin kota Anging Mamiri itu, kami dibawa langsung ke Hotel Aryaduta. Lokasi Hotel ini persis didepan Pantai Losari.
Cukup letih juga bagi BJ, perjalanan dari Batam naik ferry terakhir, ke Stulang Laut ke JB central, darisitu BJ naik kereta api malam ke KL central dengan tiket seharga 39 RM. Kemudian berangkat pukul 23.00 tiba pukul 07.00 pagi. Turun dari tingkat tiga terminal, kelantai dasar bus jurusan ke KLIA2 tiket bus 11 RM.
Shalat subuh di dalam kereta api, sambil duduk di tempat tidur, karena tidak dapat berdiri. Mandi setelah tiba di KLIA2, di terminal keberangka tan, pengelola menyediakan tempat mandi bagi para penumpang Air Asia.
Penerbangan dari KL ke Makassar sekitar tiga jam, pulau pulau kecil, dengan air yang jernih terlihat indah dari udara sesaat hendak mendarat di lapangan Hasanuddin.
Pantai Losari, salah satu pantai tujuan wisata di teluk Makassar, mulai petang hingga larut malam, pantai ini tak henti hentinya di datangi para pengunjung, sepanjang lebih dua kilometer pinggiran pantai ini dipadati penjual pisang bakar.
Masjid Asmal Husna
Makassar tidak hanya terkenal dengan wisata kulinernya saja jelas Walikota Makassar. “Di Makassar ba nyak makanan khas dan memakannya disesuaikan berdasarkan waktu. Jam 7 pagi di Makassa kita bisa menikmati songkolo, jam 8 hingga jam 10 pagi Nasi Kuning, dan jam 13.00 hingga 15.00 waktunya menikmati coto Makassar” Ujar Danny nama akrab walikota Makassar ini di tempat kediaman pribadinya, rumah cukup luas bisa menampung ratusan orang memiliki lapangan oleh raga sendiri. Para tamu juga disuguhi makanan khas Makassar seperti Bikangdoang, Sanggara Unti dan Lame Kayu, dan minuman khas dari jahe Sarabba.

SONY DSC

SONY DSC

Banyak landmark menarik yang bisa dilihat di kota ini. Salah satunya adalah Masjid Terapung di Pantai Losari.
Kalau Jedah memiliki masjid Ar-Rahmah yang dikenal oleh jemaah haji Indonesia sebagai masjid terapung. Di Makasar pun kita bisa menemukan mesjid terapung yang indah dan unik. Sebetulnya mesjid terapung di Makassar itu bernama Masjid Amirul Mukminin. Tetapi sang walikota penerus pembanguan ide walikota sebelumnya menjelaskan bahwa kubah diameter sekitar 9 meter dua buah berdampingan dan tangga menuju ke lantai tiganya membentuk angka 99 melambangkan asmaul husna. “Bila dilihat dari atas dua buah kubah dan tangga membentuk angka 99, melambangkan asmaul khusna” ujar walikota Makassar yang ber-ibu Aisyiah dan ber-bapa dari ormas NU.
Hal yang belum pernah diungkapkan oleh walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto ke publik, saat menjamu rom bongan Muktamar Muhammadiyah dikediaman beliau
Mesjid ini terletak di teluk Makassar atau di pantai Losari. Karena Mesjid dengan arsitektur modern ini memang dibuat di bibir pantai dengan pondasi cukup tinggi, maka dalam keadaan air pasang terlihat seperti terapung di laut.
Mesjid indah di pinggir pantai losari itu dibalut warna putih yang dominan dan abu-abu serta juga dilengkapi menara yang tinggi menjulang sekitar 16 meter, menambah keanggunan mesjid tersebut. Kala itu Mesjid ini diresmikan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla pada 21 Desember 2012 silam.
Meskipun kelihatannya mesjid ini tidak terlalu luas, namun ternyata, mampu menampung sekitar 400 sampai 500 jamaah. Suasana di dalam Masjid ini terasa nyaman walaupun lokasinya berada di daerah terik. Didisain terbuka sehingga angin laut bisa masuk dengan bebas, dari jendela jendela yang terbuka.
Di bawah kubah itu, pengunjung da pat menggunakannya untuk beribadah sambil menikmati keindahan pantai Losari dan daerah sekitarnya . Apalagi sambil menunggu matahari terbenam kita bisa naik ke bagian atas, menikmati suara deburan ombak. Angin yang bertiup cukup kencang dan menunggu matahari terbenam. Indah sekali. Dan yang paling penting shalat magrib tidak sampai tertinggal. Banyak tepi pantai tidak memiliki sarana tempat beribadah. Konsep pantai memiliki masjid, ide walikota Makassar ini perlu di tiru.
Pelataran dan jembatan yang luas bisa menjadi tempat untuk berfoto ria mengabadikan keindahan mesjid terapung di pantai Losari ini sambil menikmati hidangan khas Makassar, pisang epek.
Sepanjang jalan kiloan meter tidak di pungut parkir untuk semua jenis kenderaan, orang berjualan angkringan pun tidak ditarik retribusi. Pantes kota Makassar acap menerima penghargaan, dan tertata baik dikelola oleh Walikota berlatar arsitek ini. (imbalo)

Sekelumit Kisah Yusuf Pelaut Muslim Asal Indonesia di Vietnam


SONY DSC
Hampir setahun bekerja di kapal cargo bendera Malaysia, Yusuf namanya, pria 24 tahun asal Bogor Indonesia ini menjabat sebagai 2nd Chief Enginer di kapal kapasitas 2.000 ton yang mengangkut beras dari Vietnam ke Malaysia. ( https://www.facebook.com/silobakj )

“Selama ini saya kalau Jum’atan ke Cou Doc, sekitar 2 jam naik speda motor sewa dari tempat kapal bersandar ” ujar Yusuf . “Khotbahnya pakai tiga bahasa, melayu, kamboja dan vietnam”.tambah Yusuf lagi.

Cou Doc adalah satu kota terbanyak populasi muslimnya di seluruh Vietnam negeri Komunis yang beribukota di utara Ha Noi, tetapi kota terbesar dan terbanyak jumlah penduduk ada di selatan yaitu Ho Chi Min (dulu Saigon).
SONY DSC
Cou Doc masuk dalam provinsi An Giang, provinsi kedua terbesar setelah Ho Chi Min. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Phom Penh Kamboja, bahasa di kedua negeri itu nyaris sama, mereka menggunakan bahasa Champa.

Petang kemarin Jumat (26/4) Yusuf kembali mengunjungi Masjid Salamad di An Giang, menjelang magrib Yusuf baru bisa turun dari kapalnya. “Jadi tidak jum’atan Ki” kata Yusuf. ” saat kutanya pakai bahasa apa dan siapa khatib shalat jum’at di Masjid Salamad itu.

Yusuf yang memanggilku Aki ini baru tahu kalau dari tempat kapalnya bersandar, ada sebuah masjid melalui blog pribadiku https://imbalo.wordpress.com/2012/10/02/masjid-kecil-di-an-giang-vietnam/ Jutaan penduduk kota itu, tak sampai sepuluh keluarga orang muslimnya, dan hanya Masjid Salamad yang mau rubuh itu saja ada rumah ibadah bagi orang Islam disana.
SONY DSC
Tiga tahun belakangan ini pemerintah komunis Vietnam telah membuka diri, terutama terhadap kegiatan islam, seperti jamaah haji misalnya, mereka sudah bisa mengirimkan sendiri langsung dari vietnam , selama ini melalui Thailand atau Malaysia.

Pelajar yang mau belajar Islam dulu tidak diizinkan, kalau mau juga dengan diam diam dan harus menukarkan kewarganegaraannya dengan warga negara Kamboja, kini mahasiswanya telah direstui dan diizinkan menggunakan pasport Vietnam.

Imam masjid Salamad bernama Sholeh, saat kami kunjungi tahun 2012 lalu bersama rekan dari Yayasan Amal Malaysia ( https://www.facebook.com/yayasanamal.malaysia?fref=ts ), mereka sekeluarga belajar Islam melalui internet, menitik air mata saat beliau membaca surat Fatiha, dalam shalat magrib berjamaah yang diimaminya, terdengar tidak sebagaimana lazimnya kita membaca.
Lokasi tanah bangunan masjid itupun kini diincar oleh investor.

” Kaca sebelah selatan masjid sudah pecah Ki” ucap Yusuf kepadaku melalui whatsapp.

Dan Yusuf pun mengirimkan gambar masjid yang sudah tambah reot itu, ibah hati melihatnya.
Kukatakan kepada Yusuf disela sela kesibukannya , agar bisa meluangkan waktunya mengunjungi keluarga Imam Sholeh untuk mengajarkan Quran kepada mereka.

Dua anak pak Sholeh dari 4 bersaudara sudah menikah, nyaris tak bisa membaca al-Quran. Cucu-cucu nya pun sudah mulai masuk usia sekolah.

“Insyaallah Ki” kata Yusuf terkadang kami ngobrol dengan bahasa sunda, rupanya Yusufpun sudah rindu pulang ke kampung halamannya………..

Moga-moga ada pelaut pelaut lain seperti Yusuf yang membaca postingan ini mampir ke sana ke masjid Salamad.Dan ada pula para aghniya yang berkenan membantu untuk merenovasi masjid yang sudah reot itu….????
Kang Arief Darmawan (https://www.facebook.com/arief.darmawan.693?fref=ts) ,tadinya kami sangat berharap satu dari putra Imam Sholeh ini dapat belajar di Mahad Said bin Zaid Batam tapi bagaimana lagi kondisinya seperti itu.

Sriotide Marbun, (https://www.facebook.com/sriotide.marbun?fref=ts) bantu bang melalui Konjen RI di Saigon, kalau dari Ha Noi kejauan…

Shalat Tapi Nampak Aurat


1614953_785270281487045_349149288_nTidak di Batam saja, nyaris diseluruh pelosok Indonesia, kini kaum lelaki shalat di Masjid pada hari Jumat tidak memakai kain sarung lagi.  Fenomena ini pun terjadi di negara tetangga kita, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, terutama kaum muda nya.

Bahkan di Vietnam, Laos pun yang hanya segelintir muslimnya mereka sudah terbiasa memakai celana dan berbaju kaos.
Sebenarnya tidak jadi masaalah lelaki memakai celana dan berbaju kaos, tetapi apa lacur kalau model celana anak muda sekarang, pinggangnya dibawah pusat dan kaosnya pula rada ke atas.1608859_785269001487173_36299787_n
Hal ini acap berlaku, dan para pemuda itu sebenarnya menyadari kalau celana dan bajunya tersingkap, buktinya terlihat terkadang tangan mereka menarik ujung kaos/baju yang dipakainya, pada saat rukuk dan sujud, tetapi toh tetap tersingkap juga karena memang pendek.

Buletin Jumat ber ulang kali telah menulis tentang hal ini, mungkin kita dari pihak pengurus masjid membuat himbauan tertulis dibeberapa tempat, agar para jamaah memperhatikan cara berpakaian ini. Atau himbauan lisan oleh petugas masjid sesaat sebelum pelaksanaan shalat dimulai. Sebagai contoh dahulu, saat awal-awal pemakaian telepon geng gam (hp). 

Demikian pula, tidak ada salahnya, sebagai mana penyediaan mukena atau telekung yang kerap ada di masjid, langkah baiknya ada pula tersedia kain sarung , serta baju yang agak panjang untuk mereka pakai. Agak sulit memaksa mereka anak anak muda itu tidak mengikuti trend, mode pakaian yang memang kita tahu salah satu perusak aqidah Islam.

Gambar ilustrasi ini terekam oleh kamera Buletin Jumat, di beberapa masjid di beberapa negara.
Semoga menjadi perhatian kita bersama, mungkin juga ada solusi lain yang intinya adalah tidak menjadikan ibadah anak-anak muda itu menjadi sia-sia. Wallahu’alam. Imbalo

Mengunjungi Masjid Masjid Bersejarah di Medan


Catatan Perjalanan Mengunjungi Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau

SELEPAS shalat Jumat (22/11) di Masjid Raya Batam Center , Buletin Jumat (BJ) berangkat ke Medan dengan Lion Air pukul 14.45 wibb, tiba di Bandara Kuala Namu hari telah menjelang petang. Bandara baru ini sedang berbenah, terlihat disana sini pekerja .

Damri dari Kuala Namu - Medan

Damri dari Kuala Namu – Medan

Dari Bandara Kuala Namu ke kota sekitar 39 kilometer, cukup jauh bila dibandingkan lapangan terbang yang lama Polonia. Keluar saja dari ruang kedatangan Bandara ini, disebelah kanan tertulis Bus dan Taxi. Naik Bus Damri ke Simpang Amplas tarifnya 20 ribu rupiah, ada dua tempat tujuan hendak ke Medan satu lagi turun di Careefour.
Naik Taxi, masih seperti biasa hampir diseluruh bandara yang punya taxi, bisa nego maupun dengan argo. Banyak taxi liar menawarkan harga miring dari tariff taxi resmi. Mobil sejenis avanza misalnya, cukup 80 ribu rupiah diantar ketempat.

Ada juga Bus ALS , Bus ini langsung ke kota Binjai Kabupaten Langkat. Naik Kereta Api , dari Bandara kedua terbesar di Indonesia ini, ongkosnya 80 ribu rupiah, Kereta Api hanya tiga kali sehari. Untuk menghindari macet, satu lagi moda transportasi dari Bandara yang baru diresmikan 25 Juli 2013 yang lalu itu adalah speda motor “ojek” .

Masjid – Masjid Bersejarah
BJ, berkesempatan mengunjungi Masjid bersejarah, yaitu satu tempat tujuan orang datang ke Medan, namanya Masjid Raya Medan, masjid ini mulai dibangun pada tahun 1906 semasa Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli . Masjid yang terletak di Jalan Sisingamangaraja XII ini, Sultan memang sengaja membangun mesjid kerajaan ini dengan megah, karena menurut prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun.

Masjid Raya Medan

Masjid Raya Medan

Persis di depan Masjid yang juga bernama Al Mashun ini, berdiri sebuah Hotel Madani. Hotel ini pun menjadi tempat tujuan wisatawan terutama dari Malaysia, Singapura, dan Brunei.

Hotel Madani Medan

Hotel Madani Medan

Masjid Raya Stabat Kabupaten Langkat

Masjid Raya Stabat Kabupaten Langkat

Sekitar 60 kilometer dari Medan arah ke Timur, terdapat sebuah masjid bersejarah juga. Yaitu Masjid Azizi. Dengan bersepada motor dari Medan sekitar 1, – 2 jam saja lamanya. Sebelum sampai ke Lankat, Tanjung Pura, BJ mampir sejenak di dekat Jembatan Sungai Wampu, Persis di pinggir Jembatan itu ada sebuah masjid , namanya masjid Stabat.

Masjid Azizi Langkat Tanjung Pura

Masjid Azizi Langkat Tanjung Pura

Stabat kini menjadi ibukota Kabupaten Langkat.
Belum lagi masuk waktu Juhur, BJ lanjutkan perjalanan setelah menghilangkan rasa dahaga dengan segelas cendol yang dijual dihalaman masjid Stabat itu.
BJ, Masih sempat shalat Juhur berjamaah di Masjid Azizi, Masjid  ini adalah masjid peninggalan Kesultanan Langkat yang berada di kota Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan ibukota kesultanan Langkat di masa lalu.

Masjid ini terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Medan dengan Banda Aceh. Mulai dibangun oleh Sultan Langkat Haji Musa pada tahun 1899, selesai dan diresmikan oleh putra beliau, Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tahun 1902.
Keindahan Masjid Azizi ini kemudian dijadikan rujukan pembangunan Masjid Zahir di Kedah Malaysia  hingga kedua masjid tersebut memiliki kemiripan satu dengan yang lain.
Kubah masjid dua Kesultanan Deli dan Kesultanan langkat ini pun mirip.

Pusara Tengku Amir Hamzah Putra Langkat , Pahlawan Nasional

Pusara Tengku Amir Hamzah Putra Langkat , Pahlawan Nasional

BJ, berkesempatan ziarah ke pusara yang ada di halaman depan masjid Azizi. Di komplek makam itu terbaring jasad seorang Pahlawan Nasional yang bernama Tengku Amir Hamzah. Beliau dikenal dengan Sastrawan Pujangga Baru. (***)

Kekejaman Tentara Thailand Terhadap Umat Islam di Tak Bai


 

Tak Bai nama satu tempat antara Patani dengan Narathiwat dua provinsi di Selatan Thailand, Tak Bai terletak di pinggir Pantai yang Indah, sembilan tahun yang lalu tepatnya tanggal 25 Oktober 2004 di bulan Ramadhan, puluhan mayat bergelimpangan di pantai itu, umat Islam yang sedang berpuasa , yang mempertahankan hak nya ditembaki, diseret dan ditumpuk di dalam truk……..Photo Kekejaman Tentara Thailand

Pembantaian Tak Bai

Peristiwa Tak Bai sendiri adalah salah satu insiden pembantaian umat Muslim di wilayah selatan Thailand yang paling terkenal sejak perjuangan pemisahan diri dimulai lagi pada awal 2004.

Peristiwa ini bermula di desa kecil (Tak Bai) ketika 6 anggota Pertahanan Sipil diantaranya termasuk empat orang ustadz ditangkap dengan tuduhan menyerahkan senjata kepada kelompok pejuang Patani. Masyarakat yang tahu duduk perkaranya menuntut pembebasan keenam warga itu. Mereka mengatakan senjata anggota pertahanan sipil itu memang benar-benar hilang dicuri orang. Namun aparat keamanan Thailand membantah keterangan masyarakat tersebut.

Pada 25 Oktober 2004 bersamaan saat bulan puasa Ramadhan, sekitar 2.000-3.000 Muslim di Tak Bai melakukan aksi demonstrasi di depan kantor polisi setempat menuntut pembebasan keenam orang yang ditangkap. Awalnya, petugas keamanan yang terdiri atas polisi dan tentara mencoba membubarkan para demonstran yang terus berteriak-teriak. Namun, bukannya membubarkan diri. Malah, jumlah para demonstran semakin bertambah banyak.

Aparat keamanan yang hilang kesabaran mulai menembaki para demonstran dengan gas air mata, senjata api, dan senjata air. Militer Thailand juga menangkapi para demonstran dan memasukkannya ke dalam truk-truk yang sudah disiapkan untuk dibawa ke kamp militer Inkayuth Bariharn, Patani. Pihak militer dan polisi Thailand menghajar pengunjuk rasa dengan popor senjata, pukulan, dan tendangan. Para pengunjuk rasa dipaksa berkumpul dengan merangkak di jalan aspal tanpa baju dengan hanya bercelana dibawah kawalan ketat tentara. Darah yang mengucur di mana-mana tidak mengurangi kebengisan aparat keamanan. Mereka juga menganiaya ibu-ibu dan anak-anak yang ditangkap dan dikumpulkan di kantor polisi Tak Bai.

Para demonstran ditumpuk di dalam truk militer hingga 5 lapis, mengakibatkan ratusan tewas akibat mati lemas dan patah leher.

Sekitar 1.300 pengunjuk rasa diangkut dengan enam truk dengan tangan terikat ke belakang. Dalam kondisi terikat dan berpuasa, tubuh-tubuh mereka dilemparkan ke atas truk militer Thailand. Para tawanan itu bertumpukan hingga lima lapis. Tidak cukup hanya itu, truk militer tersebut juga ditutup lagi dengan terpal selama perjalanan 5,5 jam menuju Markas Komando Militer IV Wilayah Selatan.

Pada awalnya, jumlah korban dilaporkan hanya 6 orang, kemudian meningkat dengan mendadak menjadi 84 orang. Menurut penduduk setempat, jumlah korban sebenarnya melebihi daripada 100 orang.

Statistik yang diberikan oleh seorang pengamat independen menjelaskan bahwa 6 orang mati serta merta terkena tembakan, 78 orang mati di rumah sakit, 35 mayat ditemui terapung di dalam sungai, kebanyakan para korban mati lemas dan beberapa di antaranya mengalami patah tulang leher dan 1298 orang mengalami luka-luka.

Mak Dayang, Perempuan Suku Laut Yang Tegar


Enam kali sudah lebaran sejak kenal Mak Dayang, barulah tahun 2013 ini Mak Dayang datang berkunjung ke rumah kami di Batam. Mak Dayang tidak sendiri puluhan kerabatnya ikut bersama.

SONY DSC
Mak Dayang adalah perempuan Suku Laut, kini menetap di pinggir pantai dapur arang Selat Desa. Sebelumnya keluarga Mak Dayang hidup diatas sampan berpindah pindah (nomaden).

Selat Desa, pemukiman Suku Laut itu hanya sekitar 30 menit dengan pompong dari pelabuhan Telaga Punggur. kecamatan Nongsa
Pertengahan tahun 2008 lalu, Mak Dayang dan Pak Din datang ke Pusat Dakwah Muhammadiyah (PDM) di Tembesi. Pak Din adalah ketua Suku Laut, Mak Dayang pula kakak dari Pak Din. Pak Din tinggal di Air Mas.

Mereka sengaja datang ke PDM untuk mengadukan nasib 8 kepala keluarga Suku Laut yang masih setia dalam Islam, lainnya telah berpindah agama, termasuk putra putri Pak Din dan Mak Dayang sendiri.”Sudi apalah kiranya, saudara Islam datang menjenguk dan membantu kami” itulah keluhan kedua kakak beradik ini.

Di Air Mas dan Selat Desa, dipemukiman Suku Laut tempat bermukim kakak beradik yang sudah bercucu ini, hampir semua mereka bersaudara.

Sebenarnya bukan hal perpindahan agama itu saja yang merunsingkan hati Mak Dayang, tangkapan ikan sudah sangat jauh berkurang sebagai sumber penghidupan mereka, laut tercemar, perairan tempat menangkap ikan mereka dilalui hilir mudik ferry cepat dari ke Tanjung Pinang – Batam.

Alih Profesi?

Mak Dayang pun sudah semakin tua dan lemah, “Dah tak larat lagi nak kelaut.” ujar Mak Dayang suatu ketika. Kini, sesekali Mak Dayang bersama teman-temannya datang ke Telaga Punggur, mengumpuli barang bekas, dari tempat pembuangan sampah. Barang yang masih berguna dijual kembali, setelah dicuci bersih.

Akhir tahun 2009, tak jauh dari pondok Mak Dayang kami dirikan sebuah mushala kecil, atas permintaan Mak Dayang. Disitu pula menetap seorang Dai, ustadz Masri namanya. Sehingga bisalah mereka belajar agama, terutama anak-anak mereka dapat juga belajar mengaji.

Style Mak Dayang dengan Jilbabnya....... tak kesah nak pakai seluar pendek diatas lutut dan baju kaos lengan pendek.... satu dari perempuan suku laut yang masih tetap dalam Iman Islam nya......... banyak yang seperti Mak Dayang berpindah agama.....

Style Mak Dayang dengan Jilbabnya……. tak kesah nak pakai seluar pendek diatas lutut dan baju kaos lengan pendek…. satu dari perempuan suku laut yang masih tetap dalam Iman Islam nya……… banyak yang seperti Mak Dayang berpindah agama…..


Kini telah belasan kepala keluarga Suku Laut yang beragama Islam. Shalat jumat pun telah dilaksanakan di kampung itu.

Ada bantuan Generator Set dari LAZ Masjid Raya Batam. Sepan-jang usia Mak Dayang, hampir sama dengan usia Indonesia Merdeka, barulah itu Mak Dayang menikmati terangnyanya lampu listrik walaupun itu hanyadari pukul 6 petang ke pukul 10 malam.

Baru-baru ini sudah dibangun pula pelantar di pemukiman Suku Laut itu, pelantar bantuan dari Pemko Batam.

Menjelang Idul Fitri 1434H yang baru lalu kampung Selat Desa dikunjungi sahabat dari Singapura, Alhamdulillah, lumayan jumlah infaq yang diterima mereka.
“Bisalah untuk tambang ke Batam naik keri, berhari raya” kata Mak Dayang sambil tersenyum menjeling.

Sebenarnya teringin sekali nak membawa Mak Dayang sekeluarga orang Selat Desa, keliling Batam yang jarang dikunjungi mereka, tetapi hari itu juga aku harus segera ke Teluk Nipah Galang Baru, karena Pak Dul teman lama meninggal dunia. (Imbalo)

White Channel TV Muslim di Thailand


WhitFotoe Channel adalah nama sebuah stasiun televisi di Bangkok.  Akhir Januari 2013 yang lalu, Buletin Jumat (BJ) berkesempatan mengunjungi stasiun televisi yang cukup banyak pemirsanya itu, tentulah dari kalangan Islam.

Hampir semua rumah, dari komunitas Islam yang ada di Thailand, dan yang pernah kami kunjungi dan temui, pernah melihat acara televisi tanpa musik ini. Seperti pengakuan seorang ibu rumah , yang tinggal di Pattaya Bangkok Thailand. “Saya paling suka tengok acara waicenet” ujar ibu Sarannyu. Sarannyu, adalah pelajar Thailand yang menuntut Ilmu di Batam. Senang sekali terlihat ibu Sarannyu, ikut bersama kami mengunjungi stasiun televisi Dakwah itu.

Sewaktu kami masuk ruang lantai dasar tempat menerima tamu, terlihat hanya ada seorang wanita. Shaik Ridha adalah nama pemilik dan pengelola tv yang terletak di Jalan Ban Kapi, lokasinya persis ditengah jantung kota Bangkok. Shaik Ridha menerima rombongan kami diruang kerjanya dilantai tiga. Saat itu, tv White Channel sedang menyiarkan ceramah agama, disampaikan oleh ustad DR Ismail Lutfi Chapakia, Rektor universitas Yala Thailand.

Di Thailand, tv Islam seperti White Channel, ada empat station. Padahal negeri Gajah Putih itu mayoritas penduduknya beragama Budha. Kesulitan mendapatkan izin frequensi, mereka atasi dengan menggunakan streaming. Jadilah siaran tv Dakwah ini, dapat diakses diseluruh wilayah Thailand , bahkan diseluruh Dunia.

Hampir nyaris rasanya saat ini, hal itu terlaksana di Indonesia, yang mayoritas penduduknya muslim. Bahkan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini, kalah jauh dalam bidang per-televisian bila dibanding Vietnam sekalipun. Kalau benar info yang kami dapat, dari sepuluh Negara yang tergabung dalam Asean, Indonesia, adalah Negara terbawah dalam bidang pelayanan umum, yang menyangkut fasilitas telekomunikasi, seperti kebutuhan akan bandwidth misalnya. Dalam pengembangan media Isam, terutama media elektronika seperti televisi, di Batam, khususnya daerah perbatasan , hal yang mustahil rasanya mendapatkan izin fequensi, karena memang jumlah yang terbatas. Disamping itu Indonesia, masih diatur dan sangat tergantung dengan Malay sia, apalagi Singapura.

Meskipun sudah memungkinkan dan ada regulasi untuk tv digital, adanya  pembagian channel – channel yang lebih banyak lagi. Investasi untuk itu terlalu besar, Nyaris pula investor hendak menanamkan modalnya ditempat yang hanya sedikit pemirsanya.

Yang memungkinkan adalah dengan Streaming, sebagaimana yang dilakukan oleh TV White Channel dan TV Islam lainnya yang ada di Thailand. Namun kendala adalah, radio ataupun televisi streaming ini, sangat tergantung dengan fasilitas dan kwalitas bandwidth yang ada, Negara kita, Indonesia ini, masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Kalau dari segi sumber daya manusia, memang kita tidak kalah dengan mereka. Namun demikian, untuk bertukar pengalaman dan pengembangan sumber daya manusia. “White Channel memberi kan kesempatan kepada pelajar yang hendak Prektek Kerja Lapangan (PKL), maupun pelatihan yang menyangkut konten siaran” ujar Shaik Ridha, sembari mempersilahkan rombongan kami makan, bersama dengan tamu tamu yang tak henti henti nya datang ke studio TV, yang banyak menggalang dana untuk pengungsi Rohingya itu. Tengah hari itupun bersama lebih 50an orang crew TV White Channel kami shalat Juhur berjamaah, dan Shaik Ridha sebagai Imamnya.

BJ juga, melalui media elektronik nya seperti radio, dan terutama televisinya, yang tergabung dalam Hang Tuah Group, kini sedang mengembangkan siaran dengan Streaming. Seperti di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Islam Hang Tuah Batam, mungkin satu-satunya sekolah SMK yang mempunyai studio radio dan televisi milik sendiri. Para pelajar beserta staf pengajarlah, yang mengelola siaran berbasis streaming ini. Tidak tertutup kemungkinan mereka pun akan berkunjung kesana.

Disana sebagaimana yang direncanakan, mereka para pelajar itu akan dilatih membuat konten siaran, dan mempelajari bagaimana cara kerja Streaming, dan yang utama kerja sama dalam bidang siaran antar dua negara.

Di Batam banyak pelajar asal Thailand, beberapa diantara mereka fasih dan lancar berbicara dan menulis dalam empat bahasa, seperti Sarannyu yang menemani dan menjadi penterjemah kami sewaktu berkunjung ke TV White Channel itu misalnya, pemuda kelahiran Pattaya Thailand 19 tahun itu, lancar berbahasa Inggris, Arab, Indonesia, dan sudah pasti bahasa Thailand.

Menjelang petang, kami tinggalkan studi tv White Channel itu , setelah hampir semua ruangan gedung berlantai empat itu, baik ruang siaran dan produksi kami kunjungi. (*)

Berkunjung ke Pemukiman Suku Laut di Batam


Style Mak Dayang dengan Jilbabnya....... tak kesah nak pakai seluar pendek diatas lutut dan baju kaos lengan pendek.... satu dari perempuan suku laut yang masih tetap dalam Iman Islam nya......... banyak yang seperti Mak Dayang berpindah agama.....

Mak Dayang , Pak Tamam, Adi Sadikin dan ustadz Masri ,

“Saya mau ke tempat pak Din, boleh antar dan temanin saya pak?” tulis Adi di pesan facebookku. Adi Sadikin adalah seorang warga Negara Malaysia. Aku menyanggupinya.

Sebelumnya Adi  telah beberapa kali mengomentari tulisanku. Adi tertarik mengunjungi Batam setelah membaca tulisan tentang pak Din yang tinggal di Pulau Air Mas. https://imbalo.wordpress.com/2008/04/17/suku-laut-di-batam/

Jadilah hari itu jumat 25 Januari 2013, Adi datang ke Batam. Ku jeput dia di Bandar Udara Hang Nadim. Fireplay dari Subang Malaysia mendarat sekitar pukul 11.00 wibb. Kami masih sempat shalat Jumat di Masjid Raya Batam.

Setelah istirahat sejenak dan menyiapkan segala sesuatunya, dari Bengkong, kami berangkat ke Telaga Punggur, sekitar pukul 5 petang kami tiba di pelabuhan Telaga Punggur, dengan pompong kami menuju pulau Air Mas, cuaca agak gelap, awan terlihat menggumpal, angin utara bertiup kencang, nun jauh di selat Johor terlihat gulungan ombak putih, menandakan gelombang cukup tinggi.

Sampai di Selat Desa Dapur Arang, ustadz Masri yang kami temui telah selesai melaksanakan shalat magrib, berdua dengan Adi, kami shalat qasar dan jamak takdim, di mushala Taqwa. Mushala kecil yang terletak di pemukiman suku laut itu dibangun oleh AMCF dan Lembaga Amil Zakat Masjid Raya Batam.
Tak lama kemudian Mak Dayang dan Pak Tamam datang ke mushala, pasangan suami isteri ini, termasuk penduduk tertua di pemukiman itu.

Seperti biasa mak Dayang bila menemui kami di mushala tak lupa memakai kerudungnya. Kulihat Adi memperhatikan Mak Dayang, tak tahulah apa yang ada dipikiran Adi terhadap Mak Dayang, setelah melihatnya langsung. Mak Dayang terbiasa bercelana pendek (sedengkul) dan berbaju lengan pendek, tetapi memakai kerudung.

Pak Din dan Adi di

Pak Din dan Adi

Adi yang jauh bekerja di Qatar itu, memang sengaja menyempatkan diri datang ke Batam dalam masa liburnya di darat. “Saya bekerja di Qatar selama 40 hari di laut dan libur 40 hari pula di darat, tetapi saya pulang ke Malaysia “ ujar Adi menjelaskan. “ Saya mau bantu perbaiki pelantar rumah pak Din” tambahnya lagi.

Adi yang tinggal di Serdang Kuala Lumpur ini , masih muda, umurnya sekitar 35 tahun, punya seorang isteri dan empat orang anak. Adi sudah lama berniat ingin membantu memperbaiki pelantar di pemukiman suku laut itu.
Tersentuh hatinya setelah membaca tulisan tentang bagaimana, suku laut yang minoritas muslim di Pulau Air Mas itu, selalu disindir oleh saudara mereka sendiri, karena terpaksa harus memakai pelantar yang juga sudah mulai rusak itu.

Ada dua pelantar di kampung laut itu, satu pelantar umum, pelantar dekat rumah pak Din dan juga pelantar yang menuju ke masjid, tetapi sudah rusak parah saat itu. Satu lagi pelantar, konon dibangun oleh orang Korea.

Meskipun mereka terbilang masih bersaudara, bahkan ada yang seibu dan sebapa, tetapi dalam soal keyakinan, mereka berbeda agama. Sindiran dari balik dinding kamar/rumah itulah, apabila saat melaui pelantar, terasa menyakitkan hati. Ujar isteri pak Din suatu hari. Pelantar di situ pula, sebagaimana jamaknya pelantar, di perkampungan nelayan memang berada diantara rumah-rumah.

Di pulau Air Mas , hampir semua suku laut yang bermukim di pulau itu adalah keluarga mak dayang , termasuk lah Pak Din. Pak Din dan Mak Dayang adalah adik beradik, sebagian anak-anak Pak Din dan Mak Dayang, terutama yang telah berkeluarga, beralih ke agama bukan Islam. Ada yang menikah karena pasangannya beragama lain.

Ternyata Adi tak tahu kalau pelantar rumah mak Dayang dan pak Din sudah diperbaiki oleh pemko Batam. Adi pun tidak mengatakan, kalau kedatangannya ingin membantu biaya perbaikan pelantar.

Sewaktu kami mampir dan bertemu dengan pak Din di Air Mas. Di masjid, tidak ada seorang pun yang shalat pada saat itu. Karena memang tidak ada orang yang mampu dan bisa menjadi Imam. Melihat kenyataan itu terdengar Adi bergumam : “Di Selat Desa Dapur Arang, ada ustadz Masri, tetapi di Air Mas tak ada ustadz” ujar Adi seakan bertanya. “Saya akan alihkan saja bantuan saya ini, untuk ustadz yang mau tinggal di Air Mas” kata Adi. “Ya seperti ustadz Masri, kalau dapat,  insyaAllah, saya akan kirim setiap bulan biayanya” kata Adi lagi, bersungguh sungguh.

Kulihat Adi mengeluarkan dompetnya, Aku tak tahu berapa lembaran rupiah yang diberikan Adi kepada Mak Dayang, dan berapa pula yang diberikannya kepada ustadz Masri. Yang jelas, Adi memberikan beberapa lembaran dollar US nominal 100 an kepadaku, “ Ini untuk sekian bulan kedepan, tolong carikan ustadz pak” harap Adi kepadaku. Malam itu kami tinggalkan pulau Air Mas, pompong 40 pk yang membawa kami pulang, terombang ambing mengikuti alunan gelombang.

Dari jauh Batam terlihat indah, kelap kelip lampu, dari ratusan kapal yang bersandar dan berlabuh di perairan.
Keberadaan kapal – kapal itu adalah salah satu sumber Devisa bagi Batam, cukup besar. Tetapi nyaris tidak menyentuh kehidupan para Nelayan, yang hanya berjarak beberapa mil saja, dari pusat pemerintahan itu.

Mereka tetap terpinggirkan, bahkan peraian yang biasa tempat mereka mencari ikan, kian tercemar oleh limbah. Mungkin itulah salah satu pemicu, para hinterland, demikian mereka disebut, berencana memisahkan diri dari pemerintahan kota Batam. Wallahu’alam.

Jabal Arafah : Masjid Kebanggaan Warga Batam



Jabal Arafah adalah nama sebuah masjid di Batam. Masjid ini belum selesai dibangun “Ruangan yang sekarang dipakai untuk shalat itu, nantinya digunakan untuk ruang pertemuan semacam aula” ujar Fuardi Djarius. Mantan Kepala Dinas Kesehatam Kota Batam ini, menjelaskan kepada Buletin Jumat (BJ) biaya yang dikeluarkan sudah mencapai 10 miliar rupiah lebih. “Sekarang pembangunan difokuskan membuat menara dulu, agar kelihatan ikonya” tambah Fuardi lagi. Kalau dilihat sepintas dan tidak membaca tulisan, bangunan baru itu memang belum mencerminkan bentuk sebuah masjid.

Bangunannya bertingkat-tingkat, mengikuti struktur tanah, dari mulai tempat parkir, ruangan kantor masjid dan keatas tempat wuduk, setingkat lagi bangunan aula yang sekarang dibuat untuk tempat shalat. Tersedia juga mini market, menjual aneka ragam makanan ringan, tentu minuman juga tersedia. “Sementara ini hanya dihari Jumat ada jual nasi dan kari kambing” lanjut Fuardi lagi. Rencana kantin masjid itu belum selesai lagi.

Pemandangan dari halaman masjid jabal arafah

Pemandangan dari halaman masjid jabal arafah


Disitulah Fuardi menghabiskan waktunya mulai masuk waktu shalat Juhur hingga selesai shalat asyar. Fuardi tidak sendiri, teman sejawat sesama pensiunan acap datang berjamaah dan bercengkerama. layaknya masjid ini semacam taman orang tua, dan tempat bertemu lansia . Mereka berbincang dibawah tenda yang disediakan oleh pengelola masjid.
mereka sengaja datang ke masjid , bersama keluarga

mereka sengaja datang ke masjid , bersama keluarga


Masjid Jabal Arafah, terletak persis di samping timur Mall Nagoya Hill, bisa jadi Mall ter-besar dan ter-ramai di Batam ini, membuat orang jadi ramai pula berkunjung ke masjid. “Yang jelas kami sekeluarga memang sengaja datang kesini” ujar Hanafi, bersama isteri dan ketiga anaknya, dihari hari libur dan senggang, meraka menyempatkan datang. Banyak keluarga muda seperti Hanafi datang mengunjungi masjid Jabal Arafah ini.

Lumayan menguras tenaga dari jalan raya naik ke bukit, dengan berjalan kaki. Tetapi tidak bagi ke-enam anak lelaki usia sekolah dasar (SD), tengah hari itu, mereka memang sudah berencana selepas sekolah hendak shalat di masjid yang ambalnya tebal, enak sujudnya kata mereka. Masih terlihat segar, apalagi selepas wuduk, mereka berlari dan bercanda, masuk ke ruang shalat.

"Maha Suci Engkau Ya Allah" jauh dari rumah, naik bukit berjalan kaki ke-enam anak-anak ini riang gembira melaksanakan shalat Juhur berjamaah dimasjid yang jadi kebanggaan mereka.."Yang besar jadi Imam, yang agak kecilan dikit iqomah. Ujarku saat terlihat mereka bingung karena ketika mereka datang dan masuk kedalam masjid tak ada orang dewasa , mereka melirikku sejenak, seakan tak percaya, dan ternyata mereka bisa. Aku terharu melihatnya....

“Maha Suci Engkau Ya Allah” jauh dari rumah, naik bukit berjalan kaki ke-enam anak-anak ini riang gembira melaksanakan shalat Juhur berjamaah dimasjid yang jadi kebanggaan mereka..”Yang besar jadi Imam, yang agak kecilan dikit iqomah. Ujarku saat terlihat mereka bingung karena ketika mereka datang dan masuk kedalam masjid tak ada orang dewasa , mereka melirikku sejenak, seakan tak percaya, dan ternyata mereka bisa. Aku terharu melihatnya….


Halaman masjid ini dilengkapi taman yang sedap dipandang mata, ada kolam ikan dengan air mancurnya. ” Kami diantar travel kemari” ujar Tati ketua rombongan studi banding dari Pemkab Bekasi, mereka menyempatkan berpoto disela-sela pohon kurma yang sengaja ditanam, dan tertata rapi.

Petang itu pula Novi pekerja dari Muka Kuning, sengaja datang bersama sang kekasih. Lepas magrib, melepaskan lelah, duduk di bangku yang memang tersedia di taman, pemandangan indah dari ketinggian bukit masjid Jabal Arafah, membuat mereka sering datang ke masjid itu.

Ustadz Amiruddin Dahad , sering menjelaskan dalam kesempatan ceramah diberbagai tempat tentang konsep pengelolaan masjid. Masjid Jabal Arafah ini acap pula sebagai contoh beliau. Imam yang fasih bacaannya, dan hafis pula. Sound System yang tidak menggangu telinga. Bukan karena tempat yang stategis saja.

Hal itu dibenarkan oleh DR Amirsyah Tambunan, wasekjen MUI Pusat, saat datang ke Batam dalam rangka Rakorda MUI I se-Sumatera, isteri wasekjen ini terkagum kagum dengan kebersihan dan design tempat wuduk dan kamar mandinya “Bak hotel berbintang saja” ujarnya.

Para Lansia bercengkerama di halaman masjid

Para Lansia bercengkerama di halaman masjid


Masjid Jabal Arafah, bukan pengganti masjid Arafah yang ada di pintu Selataan Mall Nagoya Hill, masjid Arafah yang berada di lantai tiga pertokoan yang berhampiran dengan Hotel Nagoya Plaza, tetap digunakan.

Meskipun baru ruang aula saja yang selesai dan sudah digunakan utuk shalat, masjid Jabal Arafah ini ramai dikunjungi, tak kira anak-anak, remaja, keluarga. Rombongan tamu yang berkunjung ke Batam pun tak lepas datang mengunjungi masjid ini. Dari Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand misalnya, tamu yang datang selalu kami bawa ke masjid itu.

“Pemandangannya bagus, bersih” ujar ustadz Zenal Satiawan , menirukan ucapan tamunya dari Singapura yang dibawanya, saat shalat ke masjid itu. “Sebagai warga Batam kita jadi bangga dan tidak malu” ujar ustadz itu lagi.

Masjid yang punya panorama indah ini memang perlu diacungi jempol kepada penggagas dan pengelolanya. Masjid ini bisa dijadikan contoh bagaimana layaknya mengelola manajemen masjid. Semoga rezeki tetap tercurah kepada penyandang dana pembangunan masjid itu.

Peristiwa Berdarah Tak Bai Thailand Delapan Tahun Lalu


Peristiwa Berdarah Tak Bai


Tak Bai adalah nama salah satu tempat di Provinsi Narathiwat Thailand Selatan. Sama dengan Provinsi Yala, Patani dan juga Songkla, daerah ini dulu adalah kerajaan Islam Patani, sebelum di obok-obok oleh Inggris.

Patani termasuk kerajaan Islam terkemuka di Nusantara, sebagian daerah takluknya dibagi pula oleh Inggris kepada Malaysia. Hinggalah kerajaan Islam yang cukup termasyhur itu hilang dari muka bumi. Hingga sekarang rakyat Patani, tetap menuntut kemerdekaan, lebih seratus tahun mereka menuntut haknya kembali, sudah puluhan ribu nyawa terkorban untuk hal itu.

Sekatan kawat berduri seperti ini, mewarnai sepajang jalan di empat Wilayah kompli selatan Thailand

Sekatan kawat berduri seperti ini, mewarnai sepajang jalan di empat Wilayah kompli selatan Thailand

Empat daerah yang dianeksasi oleh Kerajaan Siam yang mayoritas Budha, hingga kehari ini terus bergolak. Empat daerah konflik ini pula mayoritas penduduknya beragama Islam dan berbahasa melayu. Dari segi agama, bahasa, tulisan dan adat istiadat, sungguh sangat jauh berbeda. Pemaksaan tidak secara langsung itulah yang kerap dan acap terjadi.

Tak Bai Narathiwat Thailand, daerah ini berbatasan langsung dengan Kelantan Malaysia, budaya dan bahasanya sama, karena mereka memang dulunya bersaudara, hanya sungai golok yang tak seberapa lebar itu saja yang memisahkan kedua Daerah dan Negara ini.

Delapan tahun yang lalu tepat nya 24 Oktober 2004 terjadi suatu peristiwa yang sangat menyayat hati. Umat Islam yang saat itu sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, dibantai dengan bengis dan sadis oleh tentara Siam Thailand. Tak Bai yang terletak di pinggir salah satu pantai itu dipenuhi genangan darah dan tumpukan mayat.

Tentara Siam siaga 24 jam sepanjang tahun di jalan - jalan

Tentara Siam siaga 24 jam sepanjang tahun di jalan – jalan

Mayat yang mati lemas karena ditumpuk bertindih tindih , dan dilemparkan begitu saja ke dalam truck, menurut laporan resmi pemerintah Thailand sekitar 85 orang yang mati saat itu. Tetapi orang kampong bilang jauh lebih banyak dari pada itu.

Tak Bai delapan tahun yang lalu disaat itu bulan Ramadhan, ditengah panas terik mereka dijejerkan dan dibaringkan di pinggir pantai di jalan dan pasir yang panas, diseret dan dilemparkan kedalam truck untuk dijebloskan ke tahanan. Hampir ribuan jumlahnya.

Oktober 2012 yang lalu Buletin Jumat (BJ) berkesempatan mengunjungi Tak Bai, dari Hadyai menuju Narathiwat , mampir beberapa jam di Patani. Sekatan jalan raya dari tumpukan pasir dan gulungan kawat berduri, nyaris terlihat disemua persimpangan. Disamping dipersimpangan jalan, jarak-jarak beberapa kilometer tentara Siam dengan senjata laras panjang terhunus, memeriksa semua kenderaan yang lalu llang dan memeriksa seluruh penumpangnya tanpa terkecuali.

Apalagi menjelang tanggal 24 Oktober 2012 itu, penjagaan semakin diperketat. Memasuki daerah Tak Bai, sepeda motor yang masuk keluar daerah itupun di periksa. Minibus yang ditumpangi BJ, hampir semuanya adalah penduduk Tak Bai yang sedang merayakan Idul Adha 1433 H di sana. Terlihat setiap ada pemeriksaan tentara yang berlebihan, contohnya pasangan yang duduk disamping BJ menarik nafas panjang.

Begitulah kondisi Tak Bai saat BJ kesana, setelah delapan tahun kasus berdarah yang tak pernah dapat perhatian Dunia ini, seakan terlupakan begitu saja, tetapi terlihat pemerintah Siam malah semakin takut dan meningkatkan pengamanan dengan menambah tentara dan sekatan jalan raya dimana-mana, dan tetap juga bom-bom meletup dimana-mana di daerah 4 komplik itu.

Entah sampai bila hal ini berakhir, sudah seratus tahun lamanya. Tak Bai masih seperti dulu, tak ada bangunan yang berubah, Jalan raya yang menghubungkan Patani – Narathiwat , kini dapat di tempu hamper 3 jam itu memang terlihat mulus, dua jalur. Dibangun oleh Kerajaan Siam, tetapi puluhan pos keamanan dengan bentangan kawat berduri dan tumpukan pasir dengan tentara yang terus 24 jam berjaga dengan senapang terhunus, masih juga menjadi pandangan yang dominan bagi para pendatang.

Sekatan di tengah pekan (bandar) empat wilayah komplik , biasanya tentara ini siaga di tempat-tampat fasiltas kerajaan dan toko warga non muslim

Sekatan di tengah pekan (bandar) empat wilayah komplik , biasanya tentara ini siaga di tempat-tampat fasiltas kerajaan dan toko warga non muslim

Peristiwa Tak Bai di Narathiwat Thailand, pembunuhan terhadap umat Islam oleh tentara Siam Budha yang kita tahu untuk merengut nyawa serangga saja mereka tidak lakukan, Tetapi mengapa begitu sadisnya mereka menembaki dan membunuh dan mencabut nyawa manusia.

Tak jauh beda umat Budha di Thailand dan umat Budha di Myanmar Burma sana, mengapa mereka begitu bencinya terhadap sesame manusia, yang kebetulan beragama Islam.

Ya Allah tolonglah Saudara kami yang terzolimi di sana……………