Pak Arik dengan seperangkat alat musiknya , alat alat musik peninggalan atok yang masih terawat dengan baik, tetapi anak cucunya sudah tak berapa berminat lagi untuk menghapal lagu lagu melayu yang didendangkan oleh pak Arik
Jadi juga mampir di Phuket, setelah kembali dari Kaw Thoung Myanmar yang rencana semula hendak tiga hari disana , karena aparat tak mengizinkan kami lebih dari 3 kilometer keluar dari kota, kami putuskan kembali saja ke Thailand.
Hari itu senin (1/3) selepas shalat Juhur jamak takdim kami berlepas dari Kaw Thoung menuju Ra Nong Thailand. Dari Ra Nong menuju provinsi Phang Nga kami lalui dengan santai sembari menikmati pemandangan alam pantai timur Thailand.
Banyak kesan yang kami bawa dari Kaw Thoung (baca Kok Song), rencana bila nanti akan mengunjungi Myanmar sebaiknya melalui udara ke ibukota Rangon saja. Pernah juga aku ke Myanmar melalui perbatasan Mae Sai Chiang Rai Thailand Utara , kota yang terdekat dengan Mae Sai itu adalah Ta Chi Lek, disitu pun banyak muslim tetapi jarang terlihat hampir tidak ada yang mirip melayu, apalagi yang dapat berbahasa melayu, tidak seperti di Kok Song.
Ratusan kilometer dari Ra Nong menuju Phang Nga (baca pak nga) disepanjang jalan banyak kita jumpai masjid. Dan banyak penduduk disitu yang pandai berbahasa melayu, tak sulit untuk mendapatkan makanan halal disepanjang perjalanan yang di lalui.
Hari menjelang petang kami belum lagi masuk ke provinsi Phuket. Entah apa di sebut phuket, mungkin asal kata dari pukat yaitu sejenis alat penangkap ikan yang lumayan besar. Phuket adalah sebuah pulau terpisah dari tanah besar Thailand, dihubung dengan sebuah jembatan tak terasa seakan bersatu dengan tanah besar Thailand.
Indah memang saat itu melihat matahari hampir terbenam, masih jauh lagi kota Phuket, malam itu kami bermalam di Su Rein. Di Guest Haouse teman di pinggir pantai Su Rein, sarapan pagi makan nasi krabu, hem lezat betul dengan campuran budu khas Thailand.
Pantai Rawai Phuket Thailand, suku laut yang dulu awal bermukim disitu kini terpinggirkan, di pinggir pantai itu berdiri ratusan gerai menjual souvenir , dimaksudkan untuk mereka tetapi tak satu pun dari gerai itu milik mereka
Rencana tempat yang akan kami kunjungi adalah Rawai , Rawai sama dengan Su Rein adalah pantai pantai yang ada di Phuket. Di Rawai di kampung di pinggir laut itu banyak di temui orang yang masih dapat berbahasa melayu. Tetapi tak satu pun dari mereka yang ber agama Islam. Di Rawai mereka di panggil suku laut. Tak jauh berbeda dengan suku laut yang ada di kepulauan Riau di sekitaran Batam , kehidupan mereka pun hampir sama. Terpinggirkan dan tak terperhatikan.
Ketua suku Laut yang ada disitu bernama Arik berusia sekitar 65 tahun senang sekali dengan kedatangan kami, terutama aku yang dari Indonesia ” ma cag Indonesia kun Dio” ujar ku kepada pak Arik , pak Arik tersenyum, terlihat lesung pipit dipipi yang sudah mulai keriput itu. “Tok kami sebut dulu dia orang dari Indonesia” jelas pak Arik. Tetapi pak Arik tak tahu Indonesia dari daerah mana. Pak Arik pun menjelaskan sewaktu kecil dulu dia di kampung Rawai itu tak ada orang selain kelompok dan keluarga mereka .Yang dia tahu tok nya ada yang bernama Berahim, Dolah, Seman. sekarang pun ada pak Putih, ada mak Iyam, Timah.
Sewaktu ianya sekitar berusia 12 tahun mulai lah kampung mereka di datangi oleh orang asing, sejak itu mereka pun tak leluasa lagi untuk pergi ke pulau pulau sekitaran Rawai , pak Arik menunjukkan pulau pulau di depan pantai Rawai yang kini tak boleh mereka singgahi karena disana telah berdiri bungalow dan penginapan warga asing.
Pilihan Yang Pahit
Dia masih ingat bagaimana tok dan bapak nya berjuang untuk hidup dari intimidasi orang Siam, hanya ada dua pilihan bagi suku laut kala itu, masuk masjid mati ditenggelamkan atau nak masuk wat selamat.
Pak Arik tak tahu asal mereka, tetapi pak Arik adalah generasi ketiga yang tinggal di Rawai dan hanya generasi mereka lah yang masih dapat berbahasa melayu. Anak dan cucu nya langsung tak dapat lagi bercakap dengan bahasa melayu.
Tok Bomo
Hampir tak ada jedah pak Arik terus bercerita, tak terasa dua jam mendengar keluh kesahnya. Aku dibawa kerumah nya dikenalkan dengan isterinya. Dirumah itu ada seperangkat alat musik untuk pertunjukan ronggeng melayu. Ada sebuah biola tua peninggalan atoknya , dan hanya pak Arik saja lah yang dapat memainkan alat musik itu dari sekian ribu komunitas suku laut yang ada disitu.
gambar pak Arik sewaktu muda
Dan pak Arik seorang pula yang masih hafal dengan jampi jampi untuk mengusir jin jahat. Itulah sebabnya pak Arik di panggil tok bomo. “Coba lah sebut rafal jampi untuk pengusir jin itu” pinta kami. Pak Arik pun mengucapkan jampi nya sbb : “Assalamualaikum, Alaikumsalam, Lailaha …….. hai jin penunggu jangan engkau menggangu… kalau asalmu dari daun kembali ke daun asalmu dari air kembali ke air sasalmu dari pokok kembali ke pokok………… dan lain lain … ” Dengan sembur sana sini serta menabur bertih biasan ya jin itu pun pulang ke tempat asalnya….. “Begitu pula jin yang masuk menggangu ke tubuh manusia”, jelas pak Arik kepada kami
Saat kami tanya tau tak arti Assalamualaikum dan La ilaha itu , pak Arik malah melihat ke wajah kami berganti ganti .
Pak Arik pun bercerita kalau saat dia kawin dulu di tabuh kompang dan ada silat sebagai pengiring pengantin. Kompang itu masih ada hingga kini , tetapi silat sudah tak ada lagi karena tak ada yang mengajari.
Pak Arik pun terkesima saat ku beritahukan bahwa semua jampi jampi dia itu ada belaka di tempat kami, tambah merapat lah pak Arik kepadaku karena akupun punya jampi yang lebih ampuh dari jampi pak Arik yang dapat mengusir seluruh setan jin jembalang yang ada di dunia ini. Aku berjanji dengan pak Arik satu waktu tidak dalam waktu yang lama akan datang kembali ke Rawai membawakan buku jampi jampi bukan saja untuk mengusir jin jembalang tetapi juga memberikan kunci surga kepada pak Arik.
Dari Mana Asal Mereka ?
Kalau di tilik dari kata Rawai tempat tinggal suku laut yang ada di situ, tak membuat kerut kening, suku laut yang memang hidup di laut tahu belaka apa itu rawai , yaitu alat penangkap ikan dan mereka pun tinggal di pulau Phuket , berubah dari kata pukat, yang juga sejenis alat penangkap ikan.
Di Phuket banyak pantai, selain Rawai Su Rein , ada lagi pantai Kamala disitu ada kampung yang bernama kubo Muslim maksudnya kubur orang muslim.
Satu lagi pantai yang menjadi andalan Phuket adalah Patong (Patung) Beach. Di Pantai Patung ini banyak terdapat anak suku laut yang menjadi pemandu olah raga pantai paragliding.
Phuket Tahiland dengan Langkawai Malaysia tak jauh dari Lhok Semawe Aceh Indonesia, di sekitaran Phuket pun banyak pulau pulau yang orang disana menyebutnya Kok. Seperti Kok Lanta , dimana di daerah itu banyak penduduknya berbahasa melayu.
Selepas magrib hari berikutnya Phuket kami tinggalkan menuju Pulang, banyak yang masih tersisa kenangan dengan pak Arik belum sempat ku tuliskan, bagaimana dia menyanyikan lagu lagu melayu dengan biolanya, dengan suara tuanya , lagu itu sangat populer dinyanyikan puluhan tahun dulu nya di kota kami di Medan dan Deli Serdang , siapa yang tak ingat Mainang Pulau Kampai. Serampang Dua Belas………. tetapi anak cucu pak Arik tak pandai lagi merapal jampi , tak pandai lagi bekecek melayu, tak pandai lagi main kompang. Yang lebih ironis lagi mereka masih menyebut suku laut orang melayu tetapi sudah tak mengenal Islam.
Filed under: agama, berita, budaya, catatan harian, dakwah, Dunia Islam, etika, hukum, indonesia, internasional, islam, jin, Lain-Lain, Laos, Malaysia, masjid, Melayu, miyanmar burma, Musik, opini, pemerintah, Pendidikan, penerbangan, Politik, prilaku, puisi, sejarah, sekolah, Seni, Singapura, Sosial, Thailand, umum, vietnam, ziarah | 7 Comments »