15 Tahun Buletin Jumat (3)
Dulu ada satu kementerian yang mengatar aparatur negara, waktu itu terbitlah satu peraturan yang mengatur para aparatur negara dengan cukup satu pekan 5 hari kerja saja, yaitu dari senin hingga hari jumat sementara pada hari sabtu libur.
Hari Jumat pagi, sebelum masuk kerja, olahraga (senam) dulu, kamipun berangkat dari rumah pakai pakaian olah raga. Terkadang baju olahraga itu ada yang memakainya sampai pulang kerja, ada yang di tukar dengan baju yang lain, yaitu baju kerja. Baju kerja ini bermacam-macam bentuknya. Tegantung perusahaan tempat kita bekerja.
Nah, kalau lelaki muslim sekitar pukul 11.30 wibb sesaathendak memasuki waktu shalat jumat, ada yang menukar lagi pakaiannya itu, jadi ada yang sampai tiga kali bertukar pakaian lho. Tetapi bila rumahnya tidak jauh dari tempat kerja, tak masaalah bisa pulang kerumah, dan berganti baju dirumah, dan shalat di masjid dekat rumah.
Kalau tak bertukar baju dan jauh dari tempat kerja ya pakai baju kerja, dan sebagian sampai sekarangpun instansi yang berolahraga dipagi jumat pegawainya masih memakai pakaian olahraga itu ke masjid melaksanakan shalat jumat.
Ternyata peraturan itu berubah, dirubah lagi jadi tetap enam hari kerja selama sepekan, agaknya tak efesien dan setelah kementerian yang menterinya enggak pernah shalat jumat itu tidak menjabat lagi.
Di Batam tidak terkecuali apalagi daerah melayu hampir diseluruh negeri, terutama di sekolah sekolah, hari jumat kami berbusana muslim kembali, baju muslim biasanya warnanya polos.
Tetapi ada juga beberapa instansi yang menyuruh karyawannya berbaju batik (berwarna-warni, namanya juga batik), dihari jumat sebagaimana ditempat penulis bekerja, katanya untuk cinta budaya. Dan kamipun olahraga kembali dihari sabtu.
Di Jakarta kini, orang nomor satu pemimpinnya lagi kompetisi, jadi capres. Jadi wakilnya yang berkuasa, katanya sih enggak tahu kalau kepala dinas pendidikannya, membuat peraturan baru mengganti model baju muslim tadi dengan model yang lain disekolah-sekolah.
Kalau bagi siswa mungkin tidak terlalu berpengaruh, tetapi bagi siswi? Konon kabarnya kepala dinasnya mau mengundurkan diri karena stress, tetapi dibantah.
Di tempat kami di Batam terkenal daerah industri, banyak perusahaan asing maupun lokal mempekerjakan karyawan setempat, dikasih baju seragam, seperti werpak, yaitu baju dan celananya jadi satu, penulispun setiap tahun pernah dapat dua stell baju seperti itu, waktu jadi pegawai.
Baju seragam ini kalau di pakai shalat, agak menjepit sedikit diselangkangan, ketika kita posisi sujud, tetapi ada baiknya pinggang dan belahan punggung kita tidak terbuka (tertutup aurat).
Karena ada juga baju seragam yang terdiri dua potong, yaitu celana dan baju terpisah, terkadang warnanya sama ada juga yang berbeda, entah mengapa hampir semua pekerja yang dapat baju seragam seperti ini, bajunya agak pendek dan memakai lipatan tebal dibawahnya.
Nah ini yang jadi masaalah sewaktu rukuk apalagi posisi sujud, saat shalat sang baju bagian belakang tertarik keatas tersingkat di belakang belahan punggung dan tentunya aurat terlihat. Enggak tahu mengapa disainnya seperti itu, padahal tidak semua pekerja itu bekerja berkaitan dengan mesin.
Seperti dalam gambar pekerja hotel terkemuka inipun dapat baju seragam, setiap sujud belahan punggungnya kelihatan, dan tangannya tak pernah berhenti kebelakang menutupinya.
Tapi syukurlah mereka para pekerja itu masih dibenarkan dan bisa melaksanakan ibadah shalat jumat, karena dari hasil temuan penulis di beberapa mall, pekerja restoran, maupun pekerja di pompa bensin tidak bisa melaksanakan shalat jumat walaupun dengan memakai baju seragam kerja. Ya jadi sepanjang tahun selama pekerja lelaki itu tak pernah shalat jumat.
Tetapi walaupun tidak setiap jumat melaksanakan ibadah shalat ini, kita tidak pungkiri masih banyak para majikan yang mengatur para pekerja lelaki itu bergantian libur pada hari jumat, seperti security misalnya.
Mungkin di daerah industri, perdagangan, ali kapal di tempat lain seperti itu jugakah?, yaitu memakai pakaian yang tersingkap dibelakang terlihat aurat seperti ditempat kami? … entahlah. Sebagaimana terlihat disuatu jumat, nyaris dari 4.000 orang jamaah Masjid Raya Batam Center tak terlihat yang pakai kain sarung lagi, pada hari itu.
Semoga Batam tidak seperti Jakarta, cukuplah memadailah para pelajar lelakinya pakai baju melayu (dua potong baju dan celana), dari pagi masuk sekolah, sekalian bisa untuk shalat jumat, dan kamipun berharap kepada yang berwenang nantinya tidak membuat kebijakan meniru Kepala Dinas L Marbun di Jakarta sana. (imbalo)
Filed under: agama, berita, budaya, catatan harian, dakwah, Dunia Islam, etika, halal, hukum, indonesia, internasional, islam, koran, Lain-Lain, masjid, Melayu, opini, otorita batam, pariwisata, pemerintah, pemko batam, Pendidikan, Politik, prilaku, sejarah, sekolah, Sosial, umum | Leave a comment »