Catatan Perjalanan dari Makassar: Mengunjungi Masjid Amirul Mukminin Masjid Terapung di Makassar


SONY DSC

SONY DSC

MAKASSAR — Mengunjungi Makassar dari Batam, naik pesawat terbang lebih mahal ketimbang melalui Kuala Lumpur.
Kesempatan mengikuti Muktamar Muhammadiyah ke 47, Buletin Jumat (BJ) berangkat dari Kuala Lumpur bersama delegasi dari Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam. Tiba di bandara Hasanuddin kota Anging Mamiri itu, kami dibawa langsung ke Hotel Aryaduta. Lokasi Hotel ini persis didepan Pantai Losari.
Cukup letih juga bagi BJ, perjalanan dari Batam naik ferry terakhir, ke Stulang Laut ke JB central, darisitu BJ naik kereta api malam ke KL central dengan tiket seharga 39 RM. Kemudian berangkat pukul 23.00 tiba pukul 07.00 pagi. Turun dari tingkat tiga terminal, kelantai dasar bus jurusan ke KLIA2 tiket bus 11 RM.
Shalat subuh di dalam kereta api, sambil duduk di tempat tidur, karena tidak dapat berdiri. Mandi setelah tiba di KLIA2, di terminal keberangka tan, pengelola menyediakan tempat mandi bagi para penumpang Air Asia.
Penerbangan dari KL ke Makassar sekitar tiga jam, pulau pulau kecil, dengan air yang jernih terlihat indah dari udara sesaat hendak mendarat di lapangan Hasanuddin.
Pantai Losari, salah satu pantai tujuan wisata di teluk Makassar, mulai petang hingga larut malam, pantai ini tak henti hentinya di datangi para pengunjung, sepanjang lebih dua kilometer pinggiran pantai ini dipadati penjual pisang bakar.
Masjid Asmal Husna
Makassar tidak hanya terkenal dengan wisata kulinernya saja jelas Walikota Makassar. “Di Makassar ba nyak makanan khas dan memakannya disesuaikan berdasarkan waktu. Jam 7 pagi di Makassa kita bisa menikmati songkolo, jam 8 hingga jam 10 pagi Nasi Kuning, dan jam 13.00 hingga 15.00 waktunya menikmati coto Makassar” Ujar Danny nama akrab walikota Makassar ini di tempat kediaman pribadinya, rumah cukup luas bisa menampung ratusan orang memiliki lapangan oleh raga sendiri. Para tamu juga disuguhi makanan khas Makassar seperti Bikangdoang, Sanggara Unti dan Lame Kayu, dan minuman khas dari jahe Sarabba.

SONY DSC

SONY DSC

Banyak landmark menarik yang bisa dilihat di kota ini. Salah satunya adalah Masjid Terapung di Pantai Losari.
Kalau Jedah memiliki masjid Ar-Rahmah yang dikenal oleh jemaah haji Indonesia sebagai masjid terapung. Di Makasar pun kita bisa menemukan mesjid terapung yang indah dan unik. Sebetulnya mesjid terapung di Makassar itu bernama Masjid Amirul Mukminin. Tetapi sang walikota penerus pembanguan ide walikota sebelumnya menjelaskan bahwa kubah diameter sekitar 9 meter dua buah berdampingan dan tangga menuju ke lantai tiganya membentuk angka 99 melambangkan asmaul husna. “Bila dilihat dari atas dua buah kubah dan tangga membentuk angka 99, melambangkan asmaul khusna” ujar walikota Makassar yang ber-ibu Aisyiah dan ber-bapa dari ormas NU.
Hal yang belum pernah diungkapkan oleh walikota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto ke publik, saat menjamu rom bongan Muktamar Muhammadiyah dikediaman beliau
Mesjid ini terletak di teluk Makassar atau di pantai Losari. Karena Mesjid dengan arsitektur modern ini memang dibuat di bibir pantai dengan pondasi cukup tinggi, maka dalam keadaan air pasang terlihat seperti terapung di laut.
Mesjid indah di pinggir pantai losari itu dibalut warna putih yang dominan dan abu-abu serta juga dilengkapi menara yang tinggi menjulang sekitar 16 meter, menambah keanggunan mesjid tersebut. Kala itu Mesjid ini diresmikan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla pada 21 Desember 2012 silam.
Meskipun kelihatannya mesjid ini tidak terlalu luas, namun ternyata, mampu menampung sekitar 400 sampai 500 jamaah. Suasana di dalam Masjid ini terasa nyaman walaupun lokasinya berada di daerah terik. Didisain terbuka sehingga angin laut bisa masuk dengan bebas, dari jendela jendela yang terbuka.
Di bawah kubah itu, pengunjung da pat menggunakannya untuk beribadah sambil menikmati keindahan pantai Losari dan daerah sekitarnya . Apalagi sambil menunggu matahari terbenam kita bisa naik ke bagian atas, menikmati suara deburan ombak. Angin yang bertiup cukup kencang dan menunggu matahari terbenam. Indah sekali. Dan yang paling penting shalat magrib tidak sampai tertinggal. Banyak tepi pantai tidak memiliki sarana tempat beribadah. Konsep pantai memiliki masjid, ide walikota Makassar ini perlu di tiru.
Pelataran dan jembatan yang luas bisa menjadi tempat untuk berfoto ria mengabadikan keindahan mesjid terapung di pantai Losari ini sambil menikmati hidangan khas Makassar, pisang epek.
Sepanjang jalan kiloan meter tidak di pungut parkir untuk semua jenis kenderaan, orang berjualan angkringan pun tidak ditarik retribusi. Pantes kota Makassar acap menerima penghargaan, dan tertata baik dikelola oleh Walikota berlatar arsitek ini. (imbalo)

Shalat Jumat di Masjid Merah Colombo Sri Lanka


SONY DSCCatatan Perjalanan dari Sri Lanka

Colombo-Kesempatan mengunjungi Colombo Sri Lanka, Buletin Jumat (BJ) sengaja shalat Jumat di Masjid Merah, berangkat dari Batam melalui Kuala Lumpur dengan penerbangan murah Air Asia. Sri Lanka bertetangga dengan India dan di kelilingi oleh Lautan Hindia, sampai ke Aceh Indonesia.
Kamis (9/4), dari pelabuhan ferry Batam Center tiba di Stulang Laut Johor Bahru (JB), hari sudah menjelang magrib, kami bersama Azhari dijemput dan langsung diantar Sabil ke stasiun Bus di Batu Pahat.
Sekarang ada Shutle Bus langsung ke KLIA Kuala Lumpur dengan harga RM 50 perorang. Selain Batu Pahat, Bus ini juga menyinggahi Muar. Lumayan mu rah, bila selama ini kita hendak ke KLIA, harus melalui KL Central baik itu dengan Bus atau pun naik kereta api, dengan Bus ini lebih hemat sekitar RM. 30
Sengaja naik Bus malam dari JB, agar tiba di KLIA menjelang pagi, sementara penerbangan kami ke Colombo sekitar pukul 09.30 waktu setempat.
Punyalah waktu istirahat sebentar dan tidak tergesa-gesa, soalnya lumayan jauh antara tempat pemeriksaan imigrasi dengan terminal keberangkatan penum pang berharga murah yang baru di operasikan oleh Air Asia di Sepang Kuala Lumpur ini.
Mudahnya lagi semua tiket pesawat dan Bus kami beli melalui online. Karena memang tidak punya bagasi, chek in, dan semuanya berjalan lancar hingga tiba di lapangan terbang Bandaranaike di Colombo.
WNI ke Sri Lanka dapat kemudahan dengan Visa on Arraival (VOA) sebesar 35 $ US untuk sekali masuk selama sebulan, dibayar langsung di konter imigrasi. Dan dapat sebuah kartu perdana gratis dari petugas imigrasi Colombo.
Suhu udara 31 derajat celsius terasa menyengat dan membuat berkeringat. Hari sudah pukul 11.00 ws (Sri Lanka), saat kami keluar menunggu taksi. Berangkat pukul 09.30 dari Malasysia tiba di Sri Lanka pukul 10.40 ws. kalau hitungan jam hanya satu jam saja, padahal penerbangan dari KL ke Colombo lebih dari 3 jam. Iya, selisih waktu antara kedua kota itu sekitar 3 jam. Itulah sebab kami berangkat dari KL hari Jumat (10/4) karena ingin shalat jumat di Colombo di Masjid Merah yang terkenal itu masih bisa terkejar.
Masjid Jamik Ul-Alfar.
Naik taksi dari Bandara ke kota Colombo, lokasi masjid merah atau masjid jamik Ul-Alfar sebenarnya tidak jauh, sekitar 23 kilometer, tarif resmi taksi bandara 3.870 rupe sri lanka (RSL), kalau mau di konversi dengan mata uang rupiah Indonesia tinggal nambah angka nol dua buah dibelakang.
Keluar lokasi bandara yang tidak seberapa besar itu, jalan kenderaan mulai merayap, macet, supir taksi yang membawa kami menyarankan agar melalui tol saja, minta tambahan 600 RSL lagi-lagi setara dengan 60.000 ribu rupiah. Semula kami keberatan karena tadinya teman yang memesan mengata kan sudah termasuk biaya lainnya.
Kenderaan serasa tak beranjak karena macet hari pula sudah menjelang pukul 12.00 terpaksalah kami meng-iyakan masuk tol. Dan ternyata 600 RSL itu hanya dari pintu tol kedua menuju pintu ketiga sekitar 10 kilometer saja. Dan keluar tol macet lagi. “Alamak alamat tak sempat shalat jumat.” pikirku
Dalam keadaan macet itu terlihat dari jauh puncak menara masjid merah khas batu bata seperti kue lapis yang disusun. BJ berpikir kalau masih menunggu di dalam taksi, dan macet, enggak bakalan 30 menit lagi sampai disana.
Kami turun disekitar patung budha yang besar, persis ditengah pusat pasar yang sangat ramai sekali. Keluar taksi udara panas langsung menyengat, ditimpali bau khas pasar dan bau pesing . Jalanan yang kami lalui menuju lokasi masjid itu dipenuhi kuli panggul barang dari truk yang mengunggah dan menurun kan muatannya.
Sampai jua kami di masjid bersejarah yang selesai dibangun tahun 1909 terletak di jalan palang kedua di Pettah, memang dekat dengan pelabuhan.
Akh senang sekali rasanya hati, khatib sudah membacakan khotbah nya, orang-orng masih antri mengam bil wuduk. Masjid yang menjadi tujuan populer para wisatawan ini, memuat lebih 5000 orang, kini ditingkatkan lagi menjadi tujuh lantai penuh sesak jamaahnya saat kami tiba, pintu utara ditutup sedang di renovasi dari pintu barat pun sedang direnovasi .
Masjid salah satu yang tertua di Colombo ini dibangun komunitas Muslim Pettah untuk melakukan shalat lima waktu dan juga Jumat dan atas inisiatif para pedagang Muslim India .
Keberadaan bangunan masjid ini dirancang oleh HL Saibo Lebbe. Seluruh dana pembangunan masjid ini ditanggung oleh komunitas muslim Pettah saat itu. Pengaruh arsitektur India cukup kentara pada masjid ini. Sentuhan kebesaran masjid masjid dinasti Mughal dan bangunan bangunan kastil Inggris cukup terasa meski balutan warna merah dan putih nya yang khas itu menjadikan masjid ini begitu istimewa dan tampil beda.
Daerah Pettah tempat masjid ini berdiri merupakan cikal bakal kota Colombo bermula, dan daerah ini merupakan daerah berpenduduk mayoritas kaum muslimin.

masjid srl1
Masjid ini begitu terkenal di kota Colombo hingga ke mancanegara sampai sampai disebut sebagai landmark nya kota Colombo sejak selesai dibangun tahun 1909 hingga kini. Masjid tersebut terkenal juga dengan nama masjid Pettah karena berada di daerah Pettah. Etnis Shinhala yang merupakan etnis terbesar di Sri Lanka menyebutnya Rathu Palliya, Etnis Tamil etnis terbesar kedua di Sri Lanka menyebutnya dengan nama Samman Jottu Palli, dalam bahasa Inggris disebut dengan nama Red Masjid, Nama resmi nya adalah Masjid “Jamiul Adhfar” tertulis dengan jelas dalam hurup Arab di fasad depan masjid (mungkin karena dialek setempat yang menjadikanya berbunyi Masjid Jamiul Alfar atau Jami Ul-Alfar), semua nama itu bermakna “Masjid Merah”
Bentuk Masjid ini sangat unik dalam bentuknya yang sangat imp resif dengan rancangan unik mirip sebuah bangunan istana gula gula dengan warnanya yang berlapis lapis merah dan putih seperti kue lapis. Warna merah lebih mendominasi warna ekterior masjid ini. Warna khas itulah yang menuntun orang kelokasi masjid itu karena terlihat dari jauh puncaknya.
Detil struktur bagian luar masjid yang didominasi warna merah dan putih namun tidak menghilangkan nilai spiritual yang terdapat pada bangunan megah ini. Sedang kan dinding bagian dalam didominasi oleh warna hijau toska. Tidak hanya menampil kan efek kue lapis berwarna merah-putih, arsitek masjid ini juga berupaya mengede pankan pola lengkungan pada bagian atap din ding. Pola lengku ngan ini digunakan hampir pada setiap pintu masuk yang menghu bungkan bagian halaman dalam masjid dengan ruang tempat shalat di lantai dasar. Bagian lantai dalam dan anak tangga sedang di perbaiki. Material masih terlihat berantakan, lantai satu penuh jamaah, lantai dua penuh, kelantai tiga demikian sampai ke lantai tujuh pun semua penuh padahal masih banyak sekali jamaah di luar.
Rasanya sudah tak sanggup lagi mau berjalan, kaki ini berat sekali mau melangkah, baju basah kuyup, tak ada ruang tempat untuk meletakkan punggung, jadi teringat di masjidil haram Makkah, tangga bisa dijadikan tempat shalat. Kuhempaskan tas punggung ke anak tangga diatasnya, masih ada ruang untuk dua orang, anak tangga yang lain pun penuh semua dengan jamaah. Bisalah sedikit bernapas lega, sembari mendengarkan khot bah sang khatib, yang sudah hampir selesai.
Di lantai empat dianak tangga, aku beringsut berpindah ketempat yang sudah mulai ditinggali jamaah. Kupan dangi seluruh ruangan yang mulai kosong itu. Dari jendela kanan terlihat teluk Colombo, sebelah jendela arah mihrab depan, berdiri dengan kokohnya dua buah menara besar dan kecil. Seperti lazimnya bangunan sebuah masjid, Masjid Jami Ul-Alfar juga dilengkapi dengan menara. keseluruhan nya ada empat belas menara pada bangunan masjid ini, terdiri dari dua menara berukuran sedang dan sisanya berukuran kecil. Lokasinya yang berada tepat di tengah pusat keramaian komunitas Muslim, membuat di setiap sudut pada bagian atap masjid dilengka pi sebuah pengeras suara untuk mengu mandangkan suara azan.
Haus dan lapar mulai terasa, rasa penat pun sudah berkurang. Disekita ran masjid yang memang terletak persis di tengah tengah kota itu banyak dijual makanan Muslim. Semua makanan khas masakan India. Nasi Briyani dengan potongan besar ayam seharga 450 RSL.
Kembali terulang pertanyaan yang sama saat ke Nepal dan China, Assalamualaikum..Malayisa, Malaysia, Malaysia?…. No… I am Indonesia. oooo Indonesia demikian gumam mereka yang bertanya.
Memang sangat terlihat lain penam pilan kami hidung pesek kulit agak cerah, selama di Colombo, topi putih haji tak pernah lepas dari kepalaku. Suprais sekali mereka melihat kami Muslim dari Indonesia. “Saya melayu sri lanka, nenek kakek dari Jawa” ujar yang lain sebari kami bersalaman. Menjelang Ashar kami beranjak ke Hotel yang tak jauh dari masjid itu sekitar satu kilometer naik bajaj seharga 80 RSL. (***)

Catatan Perjalanan Dakwah : Ibadah Kurban di Kem Pengungsi BTAD Assam India


India-Assam-ferry-disaste-001

Assam India— Tanggal 05 Oktober perjalanan di lanjutkan dari Kolkata ke Assam, provinsi yang berbatasan dengan Cina, Buthan, Nepal, Bangla dhes, Myanmar ini terdapat tidak kurang 4.5 juta pengungsi di utara perbatasan dengan Buthan.   Catatan Perjalanan Dakwah: Kuala Lumpur-Kolkata-Assam-Bangalore-Kochi India

10480985_808980409142888_2980856710787681752_n

“Kem Boro Terotery Auto nomi Distrect (BTAD) jumlah keseluruhan 25 Kem, satu kem dihuni lebih daripada 50.000-100.000. Keseluruhan 4.5 Juta orang.” tulis Adynor.
10593036_10203078538706725_8832021097339523911_n

Assam hingga kini bergolak dan paling banyak pengungsi muslim. Tiba Di Guwahati Airport, Assam. Sdr Saiffur Rahman menjemput kami. Di Guwahati tak Ada Restoran Halal. Jadi terpaksa berlapik perut dengan capati Di Restoran Hindu.

Ibadah Kurban akan di adakan di Kokrajhar. Tapi rombongan bermalam di Goalpara dulu. Sepanjang tiga jam perjalanan, banyak kelihatan lembu-lembu yang di ternak.
10154993_10203079032359066_4090938350532400670_n

“Punya Hindu” ujar Saiffur Rahman. “Lembu di anggap Tuhan” Katanya. “Habis, bila tua, lembu tu di buat apa?” tanya Adynor. “Jual ke orang Islam” jawab Saiffur Rahman lagi. “Wah.. Tuhan pun kena jual” ujar Adynor.
10330318_10203079030679024_2753627871854675608_n

Tak kurang 70 ekor sapi dan 20 ekor kambing dipotong di kem BTAD itu.
1381942_10203078537146686_4933710869115314361_n (2)

“Ya, semua dari Yayasan Amal Malaysia negeri Kelantan, Perlis, Selangor, Kedah & MAPIM.” tulis Adynor lagi.

Kem pengungsi ini terdapat juga di perbatasan Assam dengan Myanmar Burma, Assam dengan Bangladhes. (*)

Surau Kecil di Kampong Buangkok Singapura


10421548_872681416079264_8236585774589088815_n
Adalah Yulia Muad bercerita kalau masih ada surau di Singapura seperti yang ada di kampung Lorong Buangkok ini. Kampung itu bertahan di tengah gedung pencakar langit, menjadi heritage, dipertahankan sebagai peninggalan budaya, bangsa dan warisan. Kampung terakhir dan satu satunya yang masih tersisa di Singapura.

Selesai menghadiri even dan miting Broadcast Asia 2014 yang diadakan di Marina bay sand Singapura, Buletin Jumat Rabu, 18/06 berkesempatan mengunjungi surau Al-Firdaus, surau ini terletak di 23F Lorong Buangkok Singapore 547557.

Kampung Lorong Buangkok boleh dikata yang terakhir dan satu satunya kampung yang masih tersisa di Singapura. Sepertinya hanya lokasi sekitaran surau itu saja yang tertinggal dan memang sengaja dibiarkan, apa adanya sejak 60 tahun yang lalu, jauh sebelum Singapura Merdeka.
10351665_872679986079407_7299184006589844145_n
Menuju kesana dari stasiun MRT Bayfront di Marina, BJ turun di stasiun MRT Serangon, bertemu rekan Yulia Muad aktifis sosial mancanegara ini, terus perjalanan dilanjutkan dengan bus 103, turun di jalan klutut di halte ke-20, Yui Chu Kang, nyeberang jalan persis di samping pompa bensin, ada tangga besi, turun kebawah, berbelok ke kanan melewati jembatan anak sungai kecil, perkampungan itu sudah kelihatan.
10405264_872675376079868_210353810434655199_n
Sementra akses lainnya ke kampung itu masih dengan MRT turun di stasiun MRT Ang Mo Kio, stasiun terdekat kekampung yang hanya di huni 17 keluarga muslim itu, harus naik bus lagi, kalau jalan kaki lumayan jauh.

Jalan masuk ke kampung itu tidak beraspal, tanah bercampur kerikil, kiri kanannya semak rumput liar, ada papan nama tanda surau yang terpacak disimpang jalan masuk tadi, itu pun hanya dengan tulisan tangan seadanya diatas selembar papan tanpa cat.
Kami sampai, jamaah shalat magrib baru saja bersurai, pak Subung lelaki tua pengurus surau yang sudah enam puluh tahun bermastautin di kampung itu, bertemu kami di tengah jalan.

Kami laksanakan shalat magrib di surau kecil itu, agak, bangunan itu dulu bukan dibuat untuk surau, terlihat seperti bangunan rumah tinggal, ada teras kecil di depan pintu masuk, tempat wuduk di bekas dapur dibongkar didindingnya disampingnya ada wc, ruang shalat bekas ruang tengah dan kamar, ukuran 4 x 5 meter. Mihrab tempat iman di tambah ke depan ukuran 1 x 1,5 meter, diberi atap yang tidak menyatu ke atap induk rumah.

Tinggi dinding bangunan itu tak sampai 3 meter, atapnya berbentuk limas, di depan samping atas ada besi bulat yang ujung nya terpasang lambang bulan bintang. Itulah surau Al-Firdaus.
Dan rumah-rumah disekitar surau itu pun bentuknya hampir sama. Rumah pak Busung yang masih fasih berbahasa Bawean itu persis di samping kiri surau.

“Saya sudah 60 tahun tinggal disini, sejak usia sekolah ” ujar pak Subung, Ia lahir di pulau kecil disekitar Singapura, kedua orang tuanya berasal dari Bawean.

“Saya belum pernah ke Bawean” tambahnya lagi, sambil terbahak dan berdoa, semoga ada rezeki bisa kesana harapnya.
Pemerintah Singapura memberi perlakuan khusus pada warganya suku Bawean ini, warga Muslim lain asal Indonesia, masuk kelompok melayu, sementara asal Bawean, tetap tercantum Bawean dalam kartu identitasnya.

Jumaatan warga lorong Buangkok ke masjid Istiqomah diseputaran Ang Mo Kio, “Tak cokkop oreng na, comma dua pollo“ ujar pak Busung lagi, terkadang perbualan kami diselingi bahasa Boyan.

Diberikannya kepadaku jadual giliran imam/bilal solat terawih 1435H/2014M sampai akhir ramadhan, shalat tarawih di suarau itu 8 rakaat ditambah 3 witir.

Barangkali ada yang mau kesana shalat tarawih bersama jamaah surau Al-Firdaus? . (imbalo)

Sekelumit Kisah Yusuf Pelaut Muslim Asal Indonesia di Vietnam


SONY DSC
Hampir setahun bekerja di kapal cargo bendera Malaysia, Yusuf namanya, pria 24 tahun asal Bogor Indonesia ini menjabat sebagai 2nd Chief Enginer di kapal kapasitas 2.000 ton yang mengangkut beras dari Vietnam ke Malaysia. ( https://www.facebook.com/silobakj )

“Selama ini saya kalau Jum’atan ke Cou Doc, sekitar 2 jam naik speda motor sewa dari tempat kapal bersandar ” ujar Yusuf . “Khotbahnya pakai tiga bahasa, melayu, kamboja dan vietnam”.tambah Yusuf lagi.

Cou Doc adalah satu kota terbanyak populasi muslimnya di seluruh Vietnam negeri Komunis yang beribukota di utara Ha Noi, tetapi kota terbesar dan terbanyak jumlah penduduk ada di selatan yaitu Ho Chi Min (dulu Saigon).
SONY DSC
Cou Doc masuk dalam provinsi An Giang, provinsi kedua terbesar setelah Ho Chi Min. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Phom Penh Kamboja, bahasa di kedua negeri itu nyaris sama, mereka menggunakan bahasa Champa.

Petang kemarin Jumat (26/4) Yusuf kembali mengunjungi Masjid Salamad di An Giang, menjelang magrib Yusuf baru bisa turun dari kapalnya. “Jadi tidak jum’atan Ki” kata Yusuf. ” saat kutanya pakai bahasa apa dan siapa khatib shalat jum’at di Masjid Salamad itu.

Yusuf yang memanggilku Aki ini baru tahu kalau dari tempat kapalnya bersandar, ada sebuah masjid melalui blog pribadiku https://imbalo.wordpress.com/2012/10/02/masjid-kecil-di-an-giang-vietnam/ Jutaan penduduk kota itu, tak sampai sepuluh keluarga orang muslimnya, dan hanya Masjid Salamad yang mau rubuh itu saja ada rumah ibadah bagi orang Islam disana.
SONY DSC
Tiga tahun belakangan ini pemerintah komunis Vietnam telah membuka diri, terutama terhadap kegiatan islam, seperti jamaah haji misalnya, mereka sudah bisa mengirimkan sendiri langsung dari vietnam , selama ini melalui Thailand atau Malaysia.

Pelajar yang mau belajar Islam dulu tidak diizinkan, kalau mau juga dengan diam diam dan harus menukarkan kewarganegaraannya dengan warga negara Kamboja, kini mahasiswanya telah direstui dan diizinkan menggunakan pasport Vietnam.

Imam masjid Salamad bernama Sholeh, saat kami kunjungi tahun 2012 lalu bersama rekan dari Yayasan Amal Malaysia ( https://www.facebook.com/yayasanamal.malaysia?fref=ts ), mereka sekeluarga belajar Islam melalui internet, menitik air mata saat beliau membaca surat Fatiha, dalam shalat magrib berjamaah yang diimaminya, terdengar tidak sebagaimana lazimnya kita membaca.
Lokasi tanah bangunan masjid itupun kini diincar oleh investor.

” Kaca sebelah selatan masjid sudah pecah Ki” ucap Yusuf kepadaku melalui whatsapp.

Dan Yusuf pun mengirimkan gambar masjid yang sudah tambah reot itu, ibah hati melihatnya.
Kukatakan kepada Yusuf disela sela kesibukannya , agar bisa meluangkan waktunya mengunjungi keluarga Imam Sholeh untuk mengajarkan Quran kepada mereka.

Dua anak pak Sholeh dari 4 bersaudara sudah menikah, nyaris tak bisa membaca al-Quran. Cucu-cucu nya pun sudah mulai masuk usia sekolah.

“Insyaallah Ki” kata Yusuf terkadang kami ngobrol dengan bahasa sunda, rupanya Yusufpun sudah rindu pulang ke kampung halamannya………..

Moga-moga ada pelaut pelaut lain seperti Yusuf yang membaca postingan ini mampir ke sana ke masjid Salamad.Dan ada pula para aghniya yang berkenan membantu untuk merenovasi masjid yang sudah reot itu….????
Kang Arief Darmawan (https://www.facebook.com/arief.darmawan.693?fref=ts) ,tadinya kami sangat berharap satu dari putra Imam Sholeh ini dapat belajar di Mahad Said bin Zaid Batam tapi bagaimana lagi kondisinya seperti itu.

Sriotide Marbun, (https://www.facebook.com/sriotide.marbun?fref=ts) bantu bang melalui Konjen RI di Saigon, kalau dari Ha Noi kejauan…

Ustadz Fadlan, Mengangkat Harkat dan Martabat Muslim Nuu War


604068_819605374720202_349000249_nYang tepat sebutan itu Nuu Waar, ujar ustadz Fadlan kelahiran Fak Fak Papua ini, empat hari di Batam sejak kamis hingga Ahad minggu lepas, beberapa masjid dan majelis taklim di kunjungi beliau.

Suaranya mengelegar saat khotbah Jumat di Masjid Raya Batam Center, jamaah terkesimah, menahan nafas dan berlinang air mata, sosok perawakannya, besar, hitam, keriting mengingatkan kita kepada sahabat Rasululah SAW, Bilal bin Rabah ra.

Ratusan tahun sejak 1885 Kristen masuk ke bumi Papua, mereka dibiarkan tak bercelana, koteka adalah budaya alasannya. Minyak babi melumuri seluruh raga, untuk melindungi sejuknya udara, gigitan nyamuk mendera sepanjang usia mereka, padahal itu bukan solusinya.

“Sabun, Shampo, sikat gigi dan odolnya” itulah senjata dakwah ustadz Fadlan, tanpa iming iming, tanpa paksaan ikhlas dengan pendekatan. Dia pun mendapat gelar ustadz Sabun.

Kini telah ratusan ribu mereka saudara baru kita itu, memakai baju walaupun ada yang alakadarnya, dan terlihat masih sebahagian shalat tanpa busana.

Tak apalah. “Kumpulkanlah akan kami kirim ke Papua” ujar ustadz menghimbau jamaah. Baju bekas layak pakai, masih sangat dibutuhkan disana. “Sebagian dari mereka, sementara ini kami kenalkan pakaian dari pelepah pisang” ujar ustadz Fadlan mengatasi bahan menutup aurat ini.

Banyak kisah suka duka dialamai ustadz yang tiga kali masuk penjara tanpa proses, buahnya ratusan masjid sudah berdiri dipelosok tanah Nuu Waar. “Penduduk Muslim Nuu Waar, adalah ummat pertama yang shalat subuh di Nusantara ini” (imbalo)

HIMBAUAN.
Jamaah masjid yang dirahmati Allah. Mari kita sukseskan GERAKAN PEDULI MUSLIM NUU WAAR
– Sepasang Kambing Satu Masjid. Menggantikan babi, sebelum muslim mereka ternak.
Dapat menghubungi Takmir Masjid setempat –

 

Kriteria Aliran Sesat Dan Antisipasinya


Jamaah Ahmadiyah di Batam

Jamaah Ahmadiyah di Batam

Menyimak isi khotbah shalat Jumat (15/2) oleh ustz. Efendy Asmawi di Masjid Raya Batam Center, tentang kriteria Aliran sesat rasanya perlu simak dan dicermati, Buletin Jumat, menurunkan tulisan dimaksud yang kami rangkum dari beberapa tulisan.

Dalam rangka upaya menangkal dan menghentikan aliran sesat serta menyadarkan para pengikutnya agar kembali ke jalan yang benar, MUI Pusat mengeluarkan Pedoman Identifikasi Aliran Sesat pada tanggal 6 November 2007. Dalam pedoman ini ditetapkan sepuluh kriteria sesat, yaitu:
Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam,
Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar‘i,
Meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Qur’an,
Mengingkari autentisitas dan kebenaran isi Al-Qur’an,
Melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaedah-kaedah tafsir,
Mengingkari kedudukan Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
Menghina, melecehkan dan merendahkan para nabi dan rasul,
Mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir,
Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti haji tidak ke Baitullah, salat fardu tidak lima waktu,
Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar‘i, seperti mengakafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.

Di antara kriteria sesat yang menonjol sekarang adalah pengakuan menjadi nabi, menerima wahyu, dan kedatangan Malaikat Jibril. Lia Eden di Jakarta, Ahmad Mushaddeq di Bogor, Jawa Barat, dan seorang oknum kepala SD di Kabupaten Bungo, Jambi semuanya mengaku nabi.
Di zaman Nabi Muhammad saw seorang yang mengaku nabi dihukum bunuh. Musailamatul Kazzab dan al-Aswad al-‘Insi dihukum bunuh karena keyakinan sesat mereka, mengaku sebagai nabi. Bahkan, Abu Bakar memerangi orang murtad dan orang yang enggan membayar zakat.
Indikasi Awal Aliran Sesat

Sebagai indikasi awal yang selayaknya menimbulkan kecurigaan terhadap satu paham atau pengajian bisa melalui tanda-tanda berikut:
Pengajian dilaksanakan secara rahasia-rahasia, tertutup kepada selain jamaahnya. Sebagiannya melakukan pengajian tengah malam sampai subuh dan tempatnya pun sangat terisolir. Gurunya tidak dikenal sebagai ahli Agama, tidak pernah menekuni ilmu agama, dan tidak dikenal sebagai orang yang rajin beribadah, tetapi tiba-tiba menjadi pengajar Agama. Adanya bai‘at atau mitsaq untuk taat pada guru atau pimpinan pengajian. Bahkan, ada janji yang harus ditandatangani oleh anggota pengajian tersebut. Cara ibadah yang diajarkan aneh dan tidak lazim. Ada nya tebusan dosa dengan sejumlah uang yang diserahkan kepada guru atau pimpinan jamaah. Kadang-kadang, pengajian sesat ini mengharuskan adanya sedekah lebih dahulu sebelum berkonsukltasi dengannya.

Adanya penyerahan sejumlah uang, seperti Rp 300.000, dan orang yang menyerahkannya pasti masuk sorga. Adanya sumbangan yang tidak lazim sebagaimana layaknya sumbangan sebuah pengajian. Misalnya, 10% atau 5% dari penghasilan harus diserahkan kepada guru atau pimpinan pengajian. Pengajiannya tidak mempunyai rujukan yang jelas, hanya penafsiran-penafsiran gurunya saja.Pengajiannya tidak memakai Hadis Nabi Saw. Sumber ajaran hanya Alquran dengan penafsiran dan pemahaman guru yang ditetapkan oleh pengajian dan tidak boleh belajar kepada ustaz lain. Wallaua’lam.

Masjid Raya Batam


1394086_746436505370423_17293193_nMasjid ini tidak ada tiang ditengah ruangan, di desain oleh Ir Achmad Noe’man membuat kagum tamu – tamu dari luar negara. Masjid ini dapat menampung 3.500 orang didalam dan diluarnya sekitar 15.000 orang.

Masjid Raya Batam (MRB) mulai dibangun tahun 1999 dan mulai dipergunakan pada tahun 2001 yang lalu. Sejak awal dilaksanakan shalat Taraweh di bulan Ramadhan, masjid ini mengkhatamkan 30 juz Al-Quran, karena imam-imamnya banyak yang hafiz. “Macam di Makkah saja” kata jamaah.

Sebelum masjid ini ada, pegawai, karyawan OB maupun Pemko dan masyarakat di sekitaran Batam center, shalat di lantai tiga, Gedung Otorita Batam.

Ruang serba guna namanya, ya kalau hari Jumat jadi tempat shalat, hari-hari lain untuk acara lain.Terkadang dipakai acara Natalan, hiburan, pelantikan pejabat pun diadakan ditempat yang sama. Namanya juga ruang serba guna. Alhamdulillah MRB cepat terbangun.

Dihari Jumat satu tahun belakangan ini masjid kebanggaan masyarakat Batam ini, shalatnya pun seperti di Makkah dan Madinah, setelah Imam membaca Takbir, ada makmum yang mengulang membaca takbir dengan keras. Begitu juga bacaan bangkit dari rukuk dan salam.

Sedang Shalat Mic Putus

Pernah Buletin Jumat (BJ) shalat Jumat di Masjid kawasan industri Batamindo Muka Kuning, beberapa waktu yang lalu, di ruang utama tak banyak jamaah yang dapat di tampung, sehingga jamaah membludak sampai keluar. Saat itu shalat sudah dimulai, di sujud rakaat pertama, sewaktu hendak berdiri, lama, tidak terdengar suara imam mengucapkan takbir. BJ, yang kebetulan dalam shaf antara dinding dan ruang istirahat imam, sebelah selatan, sekitar 5 orang satu barisnya, tetap saja sujud, sementara jamaah lain sudah hampir rukuk.

Kiranya mic kecil yang tergantung di dekat leher sang Imam putus. Apa jadinya, Sampai selesai prosesi shalat satu rakaat lagi, terpaksalah mak mum, celingak celinguk memperhatikan kiri kanan dan kedepan.

Maling

Jamaah shalat Jumat di MRB belakangan ini kurang begitu ramai, ruang utama yang biasa penuh, terkadang 3/4 saja terisi, mungkin salah satu penyebabnya tak jauh dari MRB ada pelaksanaan shalat jumat, oleh masjid lain. “Disana Lebih cepat shalatnya” kata seorang karyawan yang bekerja di Graha Pena.

Belakangan ini pun MRB kurang aman, maling bebas berkeliaran, Bahkan jamaah sedang shalat tasnya bisa hilang. Ironisnya lagi Brankas Lembaga Amil Zakat (LAZ) pun di gondol maling tanpa bekas. Sepertinya perlu dipasangi cctv. Untuk membantu tugas security.

Masyarakat tidak tahu siapa pengelola MRB ini, apakah masih Otorita Batam atau Pemko Batam. Minimnya pengawasan, nyaris tanpa pintu, seperti lapangan parkir Utara, dulu dirancang dapat menampung puluhan kenderaan roda empat, kini lapangan itu dijadikan badan jalan. Pengganti lapangan parkir itu tidak ada. sepertinya pintu Utara itu, kini, kurang berfungsi.

Mungkin masjid besar yg ramai jamaah bisa mencontoh MRB dalam hal pemakaian mic, bila mic putus jamaah tak kalang kabut. (imbalo)

Kampung Sadap Perkampungan Suku Asli Batam Yang Perlu Perhatian


1654059_10202139474780821_884013112_nKAMPUNG Sadap, tempat pak Kosot, warga Asli Batam ini terletak di pulau Rempang, kelurahan Rempang Cate.

Melewati jembatan empat dari Pulau Batam, setelah pintu gerbang masuk ke kelurahan Rempang Cate, terus saja arah ke Pulau Galang sebelah kiri, ada tulisan Jalan Bumi Melayu, masuk sekitar 4 kilometer, disitulah pak Kosot bermastautin..

Sabtu pekan lalu rombongan dari Batam Pos dikabarkan mengunjungi perkampungan yang nyaris punah itu. Alhamdulillah, terimakasih pembaca Batam Pos, atas perhatiaannya.

Kampung Orang Asli ini sama nasibnya dengan beberapa kampung tua yang sudah sirna dari Bumi Batam tinggal nama saja seperti Mentarau, Tanjung Pinggir.

Di Kampung Sadap, nyaris tidak ada lagi pohon sebesar pelukan manusia, sejak mulai masuk simpang Jalan Bumi Melayu tadi, sampai ke ujung kampung, yang terlihat adalah semak belukar, dan padang ilalang, bekas panen buah semangga, dan palawija.

Puluhan ribu anak kayu sebesar pergelangan tangan pun punah, sebagian besar dibuat bahan kandang peternakan ayam, ratusan mungkin sudah ribuan kandang ini di Barelang.

Disekitar gubuk pak Kosot hanya terlihat beberapa pohon Kelapa, Nangka, rambutan mangga, yang enggan berbuah, Ladang ubi pak Kosot seperti hidup segan mati tak mau, lembah di batas lahan, sudah tak berair lagi, Sungai Sadap yang berair payau bertambah dangkal, karena perambahan hutan-hutan diatasnya, erosi tanah yang dibuat ladang oleh peladang berdasi dari Batam salah satu penyebabnya.

Pak Kosot memandangi terus traktor dan lori lalu lalang di depan kebunnya, di lahan yang hanya tinggal sekitar 6 hektar itu sudah jadi padang jarak padang tekukur, disana sini pohon perdu meranggas, hitam bekas terbakar.

Saudaraku, masih inginkah melihat pak Kosot atau pak Manan sebagaimana nama tertera di KTPnya?, datanglah kesana, penduduk disitu sangat memerlukan perhatian kita, pak Kosot adalah lelaki terakhir Suku Asli Batam yang masih bermukim dan bertahan disana.1888702_10202171126652098_678776280_n

Hendak ke sumur pun terasa susah bagi pak Kosot kini, jarak 150 meter, lumayan jauh baginya, konon pula hendak menanam ubi untuk menyarah hidupnya.

Hampir sebulan tak turun hujan, air sumur hanya sedikit saja, timba plastik sudah tak tenggelam karena sakin dangkalnya, padahal dulu ikan gabus, dan sepat masih banyak di sekitar sumur itu.

Apalah daya hendak menyiram tumbuhan, kering kerontanglah ubi kayu dan tanaman lainnya. Alangkah senang hati pak Kosot kalaulah ada orang menyum bang seperangkat mesin pompa air, dan mengganti tandon (tangki) air yang sudah pecah.

Apalagi ada Dai yang hendak dan bersedia datang, mengajarkan Islam kepadanya, dan kepada cucu-cucunya yang masih usia sekola, tetapi tidak bersekolah, dapatlah dia membaca syahadat dengan lancar dan belajar shalat di akhir akhir hayatnya.

Kalau hal ini terbiarkan dan tak ada perhatian mungkin setelah kepergiannya kelak kepangkuan ilahi rabbi, kampung Sadap tempat tinggalnya dibagi-bagi orang menjadi ladang semangka dan buah naga.

Apakah kita tega?

Wallahu’alam (imbalo)

Sekelumit Kisah Masjid Temenggong Daeng Ibrahim Johor Malaysia di Singapura


Masjid Temenggong Daeng Ibrahim Johor Malaysia di Singapur

Masjid Temenggong Daeng Ibrahim Johor Malaysia di Singapur

Semula Buletin Jumat (BJ) hendak shalat Jumat (27/12/2013) di Masjid Sul tan Singapura, karena ferry Wave Master berangkat terlambat dari Batam, tiba di Harbourfront Singapura waktu shalat jumat sudah masuk.

Antrian cukup panjang di counter Imigrasi, nyaris semua penumpang bermata sipit. Selesai saja papsort di chop,BJ bergegas ke Jalan Te luk Belanga. Ada sebuah masjid disitu Te menggung Daeng Ibrahim namanya, jalan Teluk Belanga tidak jauh dari terminal ferry, berjalan kaki sekitar 10 menit, sudah termasuk menungu lampu penyeberangan, jadi cukup dekat.

Saat itu cuaca mendung, gerimis terkadang turun. Jamaah membludak, pantas, karena memang itulah masjid yang ada disekitar pelabuhan, ironisnya lagi masjid itu bukan milik Singapura.  Jamaah terus berdatangan, Khatib membacakan khotbahnya, di khotbah kedua ada terdengar bacaan doa untuk keluarga Sultan. Dan sebagaimana kata Imam Hanafi, Masjid yang terletak di jalan Teluk Belanga ini lokasi tanah dan bangunan masjidnya itu memang milik Kerajaan Negeri Johor Darul Takzim Malaysia, dan hal itu ditandai dengan adanya bendera Negeri Johor didepan halaman masjid.

JKR nomor plat Johor

JKR nomor plat Johor

Bersama  Imam Masjid Temenggong Daeng Ibrahim Teluk Belanga

Bersama Imam Masjid Temenggong Daeng Ibrahim Teluk Belanga

Khatib, Imam dan pengurus masjid semuanya berasal dari Johor Malaysia. Ada yang pulang hari, ada yang bermukim. Dua tahun lepas, kalau naik kereta api dari Johor, kita bisa turun persis di dekat masjid, karena disitu terminal terakhir Kereta Api Tanah Melayu (KTM), tetapi sejak lokasi tanah KTM milik Malaysia ini “diambil alih” oleh Singapura, KTM tak berfungsi lagi di Singapura, hanya sampai Woodland saja, perlakuan khusus terhadap passport pun berbeda. Kalau naik bis, turun di Bugis street. Tetapi jumat ketika BJ shalat disana, ada mobil (kereta) warna hitam yg membawa khatib dan imam keluar dari lokasi masjid.

Komplek Makam di Areal Masjid

Komplek Makam di Areal Masjid

Bangunan station KT M, masih di biarkan seperti dulu belum di bong kar, ada beberapa kelompok pekerja sedang memperbaiki sisi bangunan. Cat bangunan terlihat kusam, tetapi lapangannya bersih terawat. Bangunan ini mungkin akan dijadikan Museum saja, bukan karena di perlukan tanahnya, lha bayangkan saja, Malaysia bisa begitu jauh masuk mengintervensi sampai ke Teluk Belanga dari Woodland sana, berapa luas pula lokasi tanah yang terpakai, yang dilalui KTM, mulai dari Woodland ke station terakhir di Teluk Belanga.

Bekas stasiun kereta api tanah melayu (KTM) tak jauh dari Masjid

Bekas stasiun kereta api tanah melayu (KTM) tak jauh dari Masjid

Demikian juga dengan bangunan masjid, selama pelaksaan shalat jumat berlangsung, terdengar terus bunyi mesin alat-alat kerja, pekerja sedang merenovasi kamar mandi/wc. Tetapi bangunan induk masjid yang sudah tak muat lagi menampung jamaahnya ini, tak kunjung jua direnovasi. Menurut Imam masjid, sudah lama terdengar rencana akan diper luas, tetapi tekendala izin dari peme rintah Singapura. Sang Imam hanya tersenyum saat BJ menanyakan barangkali saja pemerintah Singapura pun ingin menguasai lokasi tanah masjid. Dan membangun yang lebih besar dan bagus?

tak ada lapangan parkir

tak ada lapangan parkir

Singapura dulu bernama Temasik, sejak dulu pula Negara Pulau ini bagian dari Negeri Johor, itulah sebabnya hingga kini banyak tempat di Singapura lokasi tanahnya masih milik Negeri Johor. Perlahan, lokasi tanah-tanah itu beralih kepemilikan, seperti lokasi pemakaman luas yang ada di Singapura.

Tetapi semua lokasi itu tidak terlalu memiliki nilai stategis dan politis seperti lokasi jalur KTM. Apa iya?, seorang jamaah tersenyum penuh arti. (***)