Islam di Colombo Sri Lanka


Catatan Perjalanan dari Sri Lanka

melayu sri lanka

Konfrensi Melayu Sri Lanka Coslam, bersama TB Haji Azoor dan Prof Seeni

melayu srl1

Keluarga Melayu Sri Lanka, dari nenek dan cucu….

Sri Lanka-Setelah shalat di masjid merah, kami menuju hotel yang terletak di jalan Old Moor. Kubaca tentang Negara Srilangka yang terletak di selat India, tepatnya di bagian tenggara anak benua India. Luas negara ini 65 km2 dengan 9 propinsi, Colombo sebagai ibu kotanya.
Penduduk negara ini berjumlah sekitar 20an juta jiwa dari berbagai etnis. Pemeluk agama Budha mencapai 69 % dari penduduk, suku Tamil 18 % dan kaum Muslimin 3 %. Data ini sebenarnya versi pemerintah, dari pengamatan penulis, umat Islam disanah lebih dari itu.
Negara ini terkenal akan perkebunan teh dengan mutu tinggi yang membuat beberapa perusahaan perdagangan kaya. Di samping itu, negara ini juga terlenal dengan krajinan batu mulia. Perkebunan teh ini berada di provinsi Kandy orang disana terdengar mengucapkannya “Kendi”  wadah tempat air bahasa jawa juga kendi.  Nama lain Srilangka adalah Sailan, Ceylon orang Inggris menyebutnya.
Keindahan dan kesuburan tanah Srilangka membuat negara-negara penjajah tertarik ingin menguasainya. Selama tahun 1505-1658 negara ini dijajah oleh Portugal, 1658-1796 oleh Belanda, dan pada tahun 1796 Inggris menjajah negara ini kurang lebih selama 150 tahun sampai akhirnya negara ini merdeka pada tahun 1948. Penguasan penjajah ini terlihat dalam musium Nasional Sri Lanka. Sedikit batu bertulis yang menyatakan negeri yang dikeliling laut itu pernah didatangi Kafilah Islam.
Penyebaran Agama Islam
Padahal Islam telah masuk ke negara ini pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab abad ke-8 masehi. Ketika itu penduduk Sailan, nama lain Srilangka, mendengar tentang adanya agama Islam, lalu mereka mengirim utusan ke khalifah Umar dan akhirnya mereka masuk Islam. Jadi jauh sebelum penja jah itu datang. Mes kipun Islam di Sri Lanka merupakan agama Islam yang dipraktikkan oleh sekelompok minori tas dari populasi penduduk Sri Lanka.
Di Colombo saja berdiri ratusan mas jid, yang setiap jumatnya ramai dihadiri umat Islam. Termasuklah masjid merah yang terkenal itu. Kalau kita tanya, jamaah menyatakan di Colombo lebih 70 persen umat Islamnya. Satu dari masjid itu bernama masjid Java. dulu disitu terdapat perkampungan asal Jawa. Perkampungan ini sudah tidak ada lagi, hanya tinggal sebuah masjid tanpa penghuni. Keliling bangunan masjid yang masih terawat itu dipagari seng untuk pembangunan pusat perbelanjaan mewah.
sri lanka 4Komunitas muslim dibagi menjadi tiga kelompok etnis utama yaitu: Sri Lanka Moors, muslim India, dan Melayu yang masing-masing dengan sejarah dan tradisi berbeda. Sikap di antara mayoritas orang di Sri Lanka adalah dengan menggunakan istilah “muslim” sebagai suatu kesatuan kelompok etnis tanpa membedakan daerah asalnya.
Warna hijau pada salah bagian bende ra Sri Lanka mengartikan negara tersebut terdiri dari muslim Sri Lanka
Etnis Moor Sri Lanka merupakan etnis muslim terbesar sekitar 92% dari keseluruhan muslim di sana, disusul oleh etnis Melayu sekitar 5% dan etnis India. Masyarakat dan pemerintah, menyebut semua etnis muslim tersebut dalam satu kesatuan sebagai “etnis muslim” secara khusus ditujukan kepa da muslim Moor Sri Lanka. Yang lebih menarik adalah etnis Shinhala yang beragam Islam pun turut disebut sebagai “Etnis Muslim”.
Tahun 1980 pemerintah Sri Lanka membentuk Departemen Urusan Agama dan Budaya Islam, khusus menangani kepentingan muslim Sri Lanka, juga merupakan sikap tegas pemerintah Sri Lanka terhadap usaha Etnis Tamil yang berupaya menjadi kan muslim Sri Lanka sebagai bagian dari Etnis Tamil. Pemerintah Sri Lan ka yang dikuasai oleh Etnis Shinhala menentang usaha tersebut dan tetap menjadikan umat Islam di sana seba gai ‘etnis muslim’ dengan identitas nya sendiri. Selain muslim Suni (mazhaf Syafi’I dan Hanafi) serta komunitas kecil Shiah, Komunitas Ahmadiyah di Sri Lanka sudah berdiri sejak tahun 1915, namun muslim Sri Lanka menganggap Ahmadiyah bukan bagian dari Islam.
Saat ini ada sekitar 5000 masjid di Sri Lanka yang senantiasa berkoordi nasi dengan Departemen urusan agama dan Budaya Islam Sri Lanka. Selain masjid, ada sekitar 749 sekolah Islam dan 205 madrasah di Sri Lanka yang mengajarkan pendidikan Islam, salah satu sekolah Islam ternama di Sri Lanka adalah Zahira College di Colombo. Zahira College merupakan sekolah Islam pertama di Sri Lanka, dibangun pada tahun 1892 oleh tokoh muslim Sri Lanka I. L. M. Abdul Aziz dan Arasi Marikar Wapchie Marikar dengan bantuan dana dari Ahmed Orabi Pasha. Awalnya sekolah ini merupakan Madrasah bernama Al Madrasathul Zahira dan kini menjadi sekolah Islam terbesar dengan siswanya mencapai 4000 orang dan merupakan salah satu sekolah paling bergengsi di Sri Lanka. Di dalam kompleks sekolah ini terdapat mas jid tertua di Sri Lanka, yang masih eksis hingga kini. muslim Sri Lanka juga memiliki universitas Islam di Beruwala (Jamiya Naleemiya).
Para pedagang muslim dari jajirah Arab terus berdatangan dan menyebar, sehingga perdagangan mereka bersa ma-sama dengan penduduk Sailan mencapai kejayaan dan posisi penting di negara tersebut sampai akhir abad ke 15.
Kemudian kaum muslimin dilanda musibah besar dengan berdatangannya kaum penjajah. Keadaan mereka berba lik 180 derajat dan mereka mengalami berbagai macam penderitaan. Penjajah Portugal melakukan peindasan dan pe ngusiran terhadap mereka, bahkan beri bu-ribu orang telah dibunuh, karena mereka mengadakan perlawanan dalam rangka mempertahankan Sailan. Hal ini persis dialamai muslim di Manila.
Orang-orang Portugal mengusir kaum muslimin dari ibu kota, meng hambat gerak-gerik mereka dan me mecat mereka dari pekerjaan, bahkan sebagian dari mereka ada yang dibakar hidup-hidup. Orang-orang Portugal menutup sekolah-sekolah kaum muslimin dan mulai melancar kan gerakan kristenisasi di berbagai pelosok negeri.
Lalu datang masa penjajahan belanda yang memerintah negri ini dengan kekerasan, membuat undang-undang yang melarang kaum mus limin melakukan kegiatan ibadah, menindas serta memaksa mereka membayar pajak kematian; yaitu bahwa setiap orang harus membayar pajak sebagai jaminan perlindungan kehidupan mereka, merampas harta benda mereka, dan melarang mereka melakukan aktifitas perdangan atau berhubungan dengan para pedagang muslim lainnya.
Dan terakhir datang penjajah inggris yang melakukan siasat adu domba dan selalu kaum muslimin menjadi korban pembodohan dan penindasan.
Penulis berkesempatan bertemu dengan komunitas muslim yang tergabung dalam Coslam, mereka baru saja mengadakan konfrensi yang ke-9. Kami diajak mengunjungi komunitas melayu lainnya, sampai ke Tissamaharam. (bersambung)

Shalat Jumat di Tempat Kami


15 Tahun Buletin Jumat (3)

SONY DSC

Dulu ada satu kementerian yang mengatar aparatur negara, waktu itu terbitlah satu peraturan yang mengatur para aparatur negara dengan cukup satu pekan 5 hari kerja saja, yaitu dari senin hingga hari jumat sementara pada hari sabtu libur.

Hari Jumat pagi, sebelum masuk kerja, olahraga (senam) dulu, kamipun berangkat dari rumah pakai pakaian olah raga. Terkadang baju olahraga itu ada yang memakainya sampai pulang kerja, ada yang di tukar dengan baju yang lain, yaitu baju kerja. Baju kerja ini bermacam-macam bentuknya. Tegantung perusahaan tempat kita bekerja.

Nah, kalau lelaki muslim sekitar pukul 11.30 wibb sesaathendak memasuki waktu shalat jumat, ada yang menukar lagi pakaiannya itu, jadi ada yang sampai tiga kali bertukar pakaian lho. Tetapi bila rumahnya tidak jauh dari tempat kerja, tak masaalah bisa pulang kerumah, dan berganti baju dirumah, dan shalat di masjid dekat rumah.

Kalau tak bertukar baju dan jauh dari tempat kerja ya pakai baju kerja, dan sebagian sampai sekarangpun instansi yang berolahraga dipagi jumat pegawainya masih memakai pakaian olahraga itu ke masjid melaksanakan shalat jumat.

Ternyata peraturan itu berubah, dirubah lagi jadi tetap enam hari kerja selama sepekan, agaknya tak efesien dan setelah kementerian yang menterinya enggak pernah shalat jumat itu tidak menjabat lagi.SONY DSC

Di Batam tidak terkecuali apalagi daerah melayu hampir diseluruh negeri, terutama di sekolah sekolah, hari jumat kami berbusana muslim kembali, baju muslim biasanya warnanya polos.

Tetapi ada juga beberapa instansi yang menyuruh karyawannya berbaju batik (berwarna-warni, namanya juga batik), dihari jumat sebagaimana ditempat penulis bekerja, katanya untuk cinta budaya. Dan kamipun olahraga kembali dihari sabtu.

Di Jakarta kini, orang nomor satu pemimpinnya lagi kompetisi, jadi capres. Jadi wakilnya yang berkuasa, katanya sih enggak tahu kalau kepala dinas pendidikannya, membuat peraturan baru mengganti model baju muslim tadi dengan model yang lain disekolah-sekolah.

Kalau bagi siswa mungkin tidak terlalu berpengaruh, tetapi bagi siswi? Konon kabarnya kepala dinasnya mau mengundurkan diri karena stress, tetapi dibantah.

Di tempat kami di Batam terkenal daerah industri, banyak perusahaan asing maupun lokal mempekerjakan karyawan setempat, dikasih baju seragam, seperti werpak, yaitu baju dan celananya jadi satu, penulispun setiap tahun pernah dapat dua stell baju seperti itu, waktu jadi pegawai.

Baju seragam ini kalau di pakai shalat, agak menjepit sedikit diselangkangan, ketika kita posisi sujud, tetapi ada baiknya pinggang dan belahan punggung kita tidak terbuka (tertutup aurat).

Karena ada juga baju seragam yang terdiri dua potong, yaitu celana dan baju terpisah, terkadang warnanya sama ada juga yang berbeda, entah mengapa hampir semua pekerja yang dapat baju seragam seperti ini, bajunya agak pendek dan memakai lipatan tebal dibawahnya.SONY DSC

Nah ini yang jadi masaalah sewaktu rukuk apalagi posisi sujud, saat shalat sang baju bagian belakang tertarik keatas tersingkat di belakang belahan punggung dan tentunya aurat terlihat. Enggak tahu mengapa disainnya seperti itu, padahal tidak semua pekerja itu bekerja berkaitan dengan mesin.

Seperti dalam gambar pekerja hotel terkemuka inipun dapat baju seragam, setiap sujud belahan punggungnya kelihatan, dan tangannya tak pernah berhenti kebelakang menutupinya.

Tapi syukurlah mereka para pekerja itu masih dibenarkan dan bisa melaksanakan ibadah shalat jumat, karena dari hasil temuan penulis di beberapa mall, pekerja restoran, maupun pekerja di pompa bensin tidak bisa melaksanakan shalat jumat walaupun dengan memakai baju seragam kerja. Ya jadi sepanjang tahun selama pekerja lelaki itu tak pernah shalat jumat.

Tetapi walaupun tidak setiap jumat melaksanakan ibadah shalat ini, kita tidak pungkiri masih banyak para majikan yang mengatur para pekerja lelaki itu bergantian libur pada hari jumat, seperti security misalnya.

Mungkin di daerah industri, perdagangan, ali kapal di tempat lain seperti itu jugakah?, yaitu memakai pakaian yang tersingkap dibelakang terlihat aurat seperti ditempat kami? … entahlah. Sebagaimana terlihat disuatu jumat, nyaris dari 4.000 orang jamaah Masjid Raya Batam Center tak terlihat yang pakai kain sarung lagi, pada hari itu.

Semoga Batam tidak seperti Jakarta, cukuplah memadailah para pelajar lelakinya pakai baju melayu (dua potong baju dan celana), dari pagi masuk sekolah, sekalian bisa untuk shalat jumat, dan kamipun berharap kepada yang berwenang nantinya tidak membuat kebijakan meniru Kepala Dinas L Marbun di Jakarta sana. (imbalo)

Hebatnya Aceh ……….


15 Tahun Buletin Jumat (2)
1506456_898721806808558_2015444007817856777_n
Di Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh telah menerbitkan dan mengeluarkan sertifikat halal. Satu kemajuan dan terobosan, meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya.

Revisi Undang Undang Perlindu ngan Konsumen NO 8 Tahun 1999, hingga kini belum juga rampung, pemba hasan tentang kewenangan sertifikasi halal, baik tentang obat-obatan mau pun tentang makanan masih tarik ulur, Menteri Kesehatan terli hat belum setuju mengenai sertifikikasi halal obat-obatan, belum adanya pengganti unsur lain menggantikan unsur yang diharamkan umat Islam sebagai alasannya.

Makanan dari luar terus membanjiri Indonesia, terutama Batam, berbatasan langsung dengan Negara tetangga yang memang sebagai pusat perdagangan dunia, hampir dari semua jenis makanan di dunia terlihat beredar di Batam.

Menjadi keprihatinan Buletin Jumat (BJ) tidak adanya laboratorium yang memadai untuk memeriksa DNA Babi, Indonesia melalui LP POM nya hanya memeriksa barangan berdasarkan listing.

Nyaris tidak pernah terdengar temuan makanan yang mengandung unsur babi, bahkan daging babi gelon dongan dicampur dengan daging sapi yang beredarpun info dari masyarakat.

Kasus Ajinamoto, memakai enzyme babi dalam prosesnya, diketahui sete lah petugas pabrik yang memberita hukannya.
BJ, mengunjungi Pusat Halal di Chulalongkorn University Bangkok Thailand, Negara minoritas muslim itu memiliki laboratorium yang terlengkap di Dunia. Tidak hanya memeriksa jenis makanan yang akan diedarkan oleh pabrikan, dan memberikan rekomen dasi kepada Majelis Ulamanya, mereka pun mengembangkan penelitian pengganti unsur babi.

Indonesia sebagai Negara mayoritas muslim jauh tertinggal dari Malaysia dalam soal produk halal ini, beberapa Negara malah belum mengakui sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Indonesia. Beda jauh dengan Negara tetangga kita itu, malah lebih 50 negara yang mempunyai lembaga halal telah bekerjasama dengan mereka, dengan mendaftarkan semua produknya. Jadi tidak menjadikan hal yang sulit untuk menelurusi produk mereka yang beredar.

Sertifikat oleh Pemerintah

Ada pemikiran, LP POM MUI hanya memberikan rekomendasi saja ke pada Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama sebagai fasilitator nya, demikian juga ormas besar lain seperti NU,Muhammadiyah mempu nyai LP POM tersendiri.

Di Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh telah menerbitkan dan mengeluarkan sertifikat halal. Satu kemajuan dan terobosan, meskipun belum ada undang-undangnya yang mengatur.

Di Cina dari kunjungan BJ ke negeri mayoritas peng-konsumsi babi terbanyak di dunia itu, setiap provinsi mengeluarkan masing masing sertifikat untuk makanan halalnya. Sama dengan di Vietnam ada beberapa Lembaga yang mengeluarkan sertifikat Halal.

Hal beragamnya pengeluar sertifikat halal dalam satu Negara dari penelitian temuan BJ, agak susah juga memantau nya, temuan terkahir di Vietnam ada mie rasa babi bersertifikat halal. Begitu juga di China, restoran halal, belum dipercaya dijamin oleh penduduk muslimnya sendiri. Tetapi paling tidak mereka mengerti, para produsen itu mengapa harus halal.

Beragam logo halal BJ temui dalam satu Negara, memang agak menyulitkan dalam segi pengawasan, negara itu memang minoritas muslim, di Indonesia mungkin tetap pemerintah yang mengeluarkan sertifikat halal tetapi berdasarkan rekomendasi dari lembaga Islam yang kompeten, dan tentunya mempunyai peralatan pemeriksaan kehalalan makanan itu.

Seperti sekarang ini pelaku usaha seakan tidak peduli terhadap kehalalan makanan yang disajikan, toh tanpa disertifikasi pun dagangan mereka laris terjual. Jadi sangat perlu segera digesa Undang Undang Jaminan Halal.

Disamping itu pengurusan yang masih bertele-tele dan kurangnya sosia lisasi, membuat para pelaku usaha enggan membuat sertifikat halal, bahkan untuk memperpanjangnya pun mereka tak mau.

Jadi tidak heranlah asli produksi Indonesia yang bersertifikasi halal sangat jarang yang beredar sampai keluar negeri. (imbalo)

Surau Kecil di Kampong Buangkok Singapura


10421548_872681416079264_8236585774589088815_n
Adalah Yulia Muad bercerita kalau masih ada surau di Singapura seperti yang ada di kampung Lorong Buangkok ini. Kampung itu bertahan di tengah gedung pencakar langit, menjadi heritage, dipertahankan sebagai peninggalan budaya, bangsa dan warisan. Kampung terakhir dan satu satunya yang masih tersisa di Singapura.

Selesai menghadiri even dan miting Broadcast Asia 2014 yang diadakan di Marina bay sand Singapura, Buletin Jumat Rabu, 18/06 berkesempatan mengunjungi surau Al-Firdaus, surau ini terletak di 23F Lorong Buangkok Singapore 547557.

Kampung Lorong Buangkok boleh dikata yang terakhir dan satu satunya kampung yang masih tersisa di Singapura. Sepertinya hanya lokasi sekitaran surau itu saja yang tertinggal dan memang sengaja dibiarkan, apa adanya sejak 60 tahun yang lalu, jauh sebelum Singapura Merdeka.
10351665_872679986079407_7299184006589844145_n
Menuju kesana dari stasiun MRT Bayfront di Marina, BJ turun di stasiun MRT Serangon, bertemu rekan Yulia Muad aktifis sosial mancanegara ini, terus perjalanan dilanjutkan dengan bus 103, turun di jalan klutut di halte ke-20, Yui Chu Kang, nyeberang jalan persis di samping pompa bensin, ada tangga besi, turun kebawah, berbelok ke kanan melewati jembatan anak sungai kecil, perkampungan itu sudah kelihatan.
10405264_872675376079868_210353810434655199_n
Sementra akses lainnya ke kampung itu masih dengan MRT turun di stasiun MRT Ang Mo Kio, stasiun terdekat kekampung yang hanya di huni 17 keluarga muslim itu, harus naik bus lagi, kalau jalan kaki lumayan jauh.

Jalan masuk ke kampung itu tidak beraspal, tanah bercampur kerikil, kiri kanannya semak rumput liar, ada papan nama tanda surau yang terpacak disimpang jalan masuk tadi, itu pun hanya dengan tulisan tangan seadanya diatas selembar papan tanpa cat.
Kami sampai, jamaah shalat magrib baru saja bersurai, pak Subung lelaki tua pengurus surau yang sudah enam puluh tahun bermastautin di kampung itu, bertemu kami di tengah jalan.

Kami laksanakan shalat magrib di surau kecil itu, agak, bangunan itu dulu bukan dibuat untuk surau, terlihat seperti bangunan rumah tinggal, ada teras kecil di depan pintu masuk, tempat wuduk di bekas dapur dibongkar didindingnya disampingnya ada wc, ruang shalat bekas ruang tengah dan kamar, ukuran 4 x 5 meter. Mihrab tempat iman di tambah ke depan ukuran 1 x 1,5 meter, diberi atap yang tidak menyatu ke atap induk rumah.

Tinggi dinding bangunan itu tak sampai 3 meter, atapnya berbentuk limas, di depan samping atas ada besi bulat yang ujung nya terpasang lambang bulan bintang. Itulah surau Al-Firdaus.
Dan rumah-rumah disekitar surau itu pun bentuknya hampir sama. Rumah pak Busung yang masih fasih berbahasa Bawean itu persis di samping kiri surau.

“Saya sudah 60 tahun tinggal disini, sejak usia sekolah ” ujar pak Subung, Ia lahir di pulau kecil disekitar Singapura, kedua orang tuanya berasal dari Bawean.

“Saya belum pernah ke Bawean” tambahnya lagi, sambil terbahak dan berdoa, semoga ada rezeki bisa kesana harapnya.
Pemerintah Singapura memberi perlakuan khusus pada warganya suku Bawean ini, warga Muslim lain asal Indonesia, masuk kelompok melayu, sementara asal Bawean, tetap tercantum Bawean dalam kartu identitasnya.

Jumaatan warga lorong Buangkok ke masjid Istiqomah diseputaran Ang Mo Kio, “Tak cokkop oreng na, comma dua pollo“ ujar pak Busung lagi, terkadang perbualan kami diselingi bahasa Boyan.

Diberikannya kepadaku jadual giliran imam/bilal solat terawih 1435H/2014M sampai akhir ramadhan, shalat tarawih di suarau itu 8 rakaat ditambah 3 witir.

Barangkali ada yang mau kesana shalat tarawih bersama jamaah surau Al-Firdaus? . (imbalo)

Pengumuman Kelulusan SMP Islam Hang Tuah Batam Tahun 2014


395267_287506961300048_1085072327_nAlhamdulillah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Hang Tuah Batam lulus 100 %.
Terima kasih kepada semua guru- guru dan semua pihak yang telah turut serta dalam proses ajar mengajar di Sekolah kami.

Kepada yang masih berkenan melanjutkan ke jenjang berikutnya, Yayasan Pendidikan Islam Hang Tuah Batam, mempersilahkan dengan hormat.
Unggulan Sekolah Islam Hang Tuah adalah Tahfiz.

Sekelumit Kisah Yusuf Pelaut Muslim Asal Indonesia di Vietnam


SONY DSC
Hampir setahun bekerja di kapal cargo bendera Malaysia, Yusuf namanya, pria 24 tahun asal Bogor Indonesia ini menjabat sebagai 2nd Chief Enginer di kapal kapasitas 2.000 ton yang mengangkut beras dari Vietnam ke Malaysia. ( https://www.facebook.com/silobakj )

“Selama ini saya kalau Jum’atan ke Cou Doc, sekitar 2 jam naik speda motor sewa dari tempat kapal bersandar ” ujar Yusuf . “Khotbahnya pakai tiga bahasa, melayu, kamboja dan vietnam”.tambah Yusuf lagi.

Cou Doc adalah satu kota terbanyak populasi muslimnya di seluruh Vietnam negeri Komunis yang beribukota di utara Ha Noi, tetapi kota terbesar dan terbanyak jumlah penduduk ada di selatan yaitu Ho Chi Min (dulu Saigon).
SONY DSC
Cou Doc masuk dalam provinsi An Giang, provinsi kedua terbesar setelah Ho Chi Min. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Phom Penh Kamboja, bahasa di kedua negeri itu nyaris sama, mereka menggunakan bahasa Champa.

Petang kemarin Jumat (26/4) Yusuf kembali mengunjungi Masjid Salamad di An Giang, menjelang magrib Yusuf baru bisa turun dari kapalnya. “Jadi tidak jum’atan Ki” kata Yusuf. ” saat kutanya pakai bahasa apa dan siapa khatib shalat jum’at di Masjid Salamad itu.

Yusuf yang memanggilku Aki ini baru tahu kalau dari tempat kapalnya bersandar, ada sebuah masjid melalui blog pribadiku https://imbalo.wordpress.com/2012/10/02/masjid-kecil-di-an-giang-vietnam/ Jutaan penduduk kota itu, tak sampai sepuluh keluarga orang muslimnya, dan hanya Masjid Salamad yang mau rubuh itu saja ada rumah ibadah bagi orang Islam disana.
SONY DSC
Tiga tahun belakangan ini pemerintah komunis Vietnam telah membuka diri, terutama terhadap kegiatan islam, seperti jamaah haji misalnya, mereka sudah bisa mengirimkan sendiri langsung dari vietnam , selama ini melalui Thailand atau Malaysia.

Pelajar yang mau belajar Islam dulu tidak diizinkan, kalau mau juga dengan diam diam dan harus menukarkan kewarganegaraannya dengan warga negara Kamboja, kini mahasiswanya telah direstui dan diizinkan menggunakan pasport Vietnam.

Imam masjid Salamad bernama Sholeh, saat kami kunjungi tahun 2012 lalu bersama rekan dari Yayasan Amal Malaysia ( https://www.facebook.com/yayasanamal.malaysia?fref=ts ), mereka sekeluarga belajar Islam melalui internet, menitik air mata saat beliau membaca surat Fatiha, dalam shalat magrib berjamaah yang diimaminya, terdengar tidak sebagaimana lazimnya kita membaca.
Lokasi tanah bangunan masjid itupun kini diincar oleh investor.

” Kaca sebelah selatan masjid sudah pecah Ki” ucap Yusuf kepadaku melalui whatsapp.

Dan Yusuf pun mengirimkan gambar masjid yang sudah tambah reot itu, ibah hati melihatnya.
Kukatakan kepada Yusuf disela sela kesibukannya , agar bisa meluangkan waktunya mengunjungi keluarga Imam Sholeh untuk mengajarkan Quran kepada mereka.

Dua anak pak Sholeh dari 4 bersaudara sudah menikah, nyaris tak bisa membaca al-Quran. Cucu-cucu nya pun sudah mulai masuk usia sekolah.

“Insyaallah Ki” kata Yusuf terkadang kami ngobrol dengan bahasa sunda, rupanya Yusufpun sudah rindu pulang ke kampung halamannya………..

Moga-moga ada pelaut pelaut lain seperti Yusuf yang membaca postingan ini mampir ke sana ke masjid Salamad.Dan ada pula para aghniya yang berkenan membantu untuk merenovasi masjid yang sudah reot itu….????
Kang Arief Darmawan (https://www.facebook.com/arief.darmawan.693?fref=ts) ,tadinya kami sangat berharap satu dari putra Imam Sholeh ini dapat belajar di Mahad Said bin Zaid Batam tapi bagaimana lagi kondisinya seperti itu.

Sriotide Marbun, (https://www.facebook.com/sriotide.marbun?fref=ts) bantu bang melalui Konjen RI di Saigon, kalau dari Ha Noi kejauan…

Ustadz Fadlan, Mengangkat Harkat dan Martabat Muslim Nuu War


604068_819605374720202_349000249_nYang tepat sebutan itu Nuu Waar, ujar ustadz Fadlan kelahiran Fak Fak Papua ini, empat hari di Batam sejak kamis hingga Ahad minggu lepas, beberapa masjid dan majelis taklim di kunjungi beliau.

Suaranya mengelegar saat khotbah Jumat di Masjid Raya Batam Center, jamaah terkesimah, menahan nafas dan berlinang air mata, sosok perawakannya, besar, hitam, keriting mengingatkan kita kepada sahabat Rasululah SAW, Bilal bin Rabah ra.

Ratusan tahun sejak 1885 Kristen masuk ke bumi Papua, mereka dibiarkan tak bercelana, koteka adalah budaya alasannya. Minyak babi melumuri seluruh raga, untuk melindungi sejuknya udara, gigitan nyamuk mendera sepanjang usia mereka, padahal itu bukan solusinya.

“Sabun, Shampo, sikat gigi dan odolnya” itulah senjata dakwah ustadz Fadlan, tanpa iming iming, tanpa paksaan ikhlas dengan pendekatan. Dia pun mendapat gelar ustadz Sabun.

Kini telah ratusan ribu mereka saudara baru kita itu, memakai baju walaupun ada yang alakadarnya, dan terlihat masih sebahagian shalat tanpa busana.

Tak apalah. “Kumpulkanlah akan kami kirim ke Papua” ujar ustadz menghimbau jamaah. Baju bekas layak pakai, masih sangat dibutuhkan disana. “Sebagian dari mereka, sementara ini kami kenalkan pakaian dari pelepah pisang” ujar ustadz Fadlan mengatasi bahan menutup aurat ini.

Banyak kisah suka duka dialamai ustadz yang tiga kali masuk penjara tanpa proses, buahnya ratusan masjid sudah berdiri dipelosok tanah Nuu Waar. “Penduduk Muslim Nuu Waar, adalah ummat pertama yang shalat subuh di Nusantara ini” (imbalo)

HIMBAUAN.
Jamaah masjid yang dirahmati Allah. Mari kita sukseskan GERAKAN PEDULI MUSLIM NUU WAAR
– Sepasang Kambing Satu Masjid. Menggantikan babi, sebelum muslim mereka ternak.
Dapat menghubungi Takmir Masjid setempat –

 

Kampung Sadap Perkampungan Suku Asli Batam Yang Perlu Perhatian


1654059_10202139474780821_884013112_nKAMPUNG Sadap, tempat pak Kosot, warga Asli Batam ini terletak di pulau Rempang, kelurahan Rempang Cate.

Melewati jembatan empat dari Pulau Batam, setelah pintu gerbang masuk ke kelurahan Rempang Cate, terus saja arah ke Pulau Galang sebelah kiri, ada tulisan Jalan Bumi Melayu, masuk sekitar 4 kilometer, disitulah pak Kosot bermastautin..

Sabtu pekan lalu rombongan dari Batam Pos dikabarkan mengunjungi perkampungan yang nyaris punah itu. Alhamdulillah, terimakasih pembaca Batam Pos, atas perhatiaannya.

Kampung Orang Asli ini sama nasibnya dengan beberapa kampung tua yang sudah sirna dari Bumi Batam tinggal nama saja seperti Mentarau, Tanjung Pinggir.

Di Kampung Sadap, nyaris tidak ada lagi pohon sebesar pelukan manusia, sejak mulai masuk simpang Jalan Bumi Melayu tadi, sampai ke ujung kampung, yang terlihat adalah semak belukar, dan padang ilalang, bekas panen buah semangga, dan palawija.

Puluhan ribu anak kayu sebesar pergelangan tangan pun punah, sebagian besar dibuat bahan kandang peternakan ayam, ratusan mungkin sudah ribuan kandang ini di Barelang.

Disekitar gubuk pak Kosot hanya terlihat beberapa pohon Kelapa, Nangka, rambutan mangga, yang enggan berbuah, Ladang ubi pak Kosot seperti hidup segan mati tak mau, lembah di batas lahan, sudah tak berair lagi, Sungai Sadap yang berair payau bertambah dangkal, karena perambahan hutan-hutan diatasnya, erosi tanah yang dibuat ladang oleh peladang berdasi dari Batam salah satu penyebabnya.

Pak Kosot memandangi terus traktor dan lori lalu lalang di depan kebunnya, di lahan yang hanya tinggal sekitar 6 hektar itu sudah jadi padang jarak padang tekukur, disana sini pohon perdu meranggas, hitam bekas terbakar.

Saudaraku, masih inginkah melihat pak Kosot atau pak Manan sebagaimana nama tertera di KTPnya?, datanglah kesana, penduduk disitu sangat memerlukan perhatian kita, pak Kosot adalah lelaki terakhir Suku Asli Batam yang masih bermukim dan bertahan disana.1888702_10202171126652098_678776280_n

Hendak ke sumur pun terasa susah bagi pak Kosot kini, jarak 150 meter, lumayan jauh baginya, konon pula hendak menanam ubi untuk menyarah hidupnya.

Hampir sebulan tak turun hujan, air sumur hanya sedikit saja, timba plastik sudah tak tenggelam karena sakin dangkalnya, padahal dulu ikan gabus, dan sepat masih banyak di sekitar sumur itu.

Apalah daya hendak menyiram tumbuhan, kering kerontanglah ubi kayu dan tanaman lainnya. Alangkah senang hati pak Kosot kalaulah ada orang menyum bang seperangkat mesin pompa air, dan mengganti tandon (tangki) air yang sudah pecah.

Apalagi ada Dai yang hendak dan bersedia datang, mengajarkan Islam kepadanya, dan kepada cucu-cucunya yang masih usia sekola, tetapi tidak bersekolah, dapatlah dia membaca syahadat dengan lancar dan belajar shalat di akhir akhir hayatnya.

Kalau hal ini terbiarkan dan tak ada perhatian mungkin setelah kepergiannya kelak kepangkuan ilahi rabbi, kampung Sadap tempat tinggalnya dibagi-bagi orang menjadi ladang semangka dan buah naga.

Apakah kita tega?

Wallahu’alam (imbalo)

Pak Kosot Suku Asli Batam Terakhir Dari Kampung Sadap ?


1662745_794192770594796_237297810_nLama juga tidak mengunjungi pak Manan, menyesal betul rasanya hati ini. Padahal bulan lalu, aku melewati kampung pak Kosot demikian pak Manan lebih dikenal. Kosot lelaki tua, tinggal di kampung Sadap Kelurahaan Rempang Cate, jembatan empat.

Petang Selasa (4/2), M. Nur dari Batam Pos, mengajakku keperkampungan Suku Asli yang masih tersisa di Batam. Dan suku Asli dimaksud itu adalah pak Kosot. Keesokan harinya, Rabu pagi (5/2) kami berangkat, ke Rempang, jalan Bumi Melayu demikian tertera nama jalan masuk ke kampung Sadap tempat pak Kosot bermastautin.

Jalan tanah, masuk ke kampung Sadap itu kini tengah diperbaiki, bekas gusuran tanah, terlihat sebagian masih menumpuk disebelah kiri kanan jalan, termasuklah menutupi jalan masuk ke rumah pak Kosot.

Sewaktu tahun 2010, aku datang ke tempat pak Kosot dengan speda motor, tidak bisa berkenderaan roda empat, karena ada sungai kecil yang jembatannya rusak tidak bisa dilalui.
Perbaikan jalan masuk itu, rupanya, karena diujung kampung Sadap, puluhan hektar lahan yang melalui tempat tinggal pak Kosot, kini telah menjadi kebun buah Naga dan Semangka.62372_794215403925866_257959204_n

Tahun 2010 kami mendirikan sebuah mushala kecil persis di jalan masuk ke rumah pak Kosot, pernah juga seorang Dai dari AMCF tinggal disitu. Lokasi tanah untuk mushala itu wakaf dari pak Kosot.

Pak Kosot tinggal bersama isterinya, namanya mak Lilin, di gubuk kecil berdinding bambu yang dibilah bilah. Mak Lilin sudah beberapa tahun tak bisa lagi berjalan, lumpuh, karena penyakit tua.
Telaten sekali pak Kosot merawat isterinya itu, semua keperluan, sampai buang air besar mak Lilin, di gubuk yang hanya berukuran 2 x 3 meter itu, dilayani pak Kosot.

“Tok perempuan sudah meninggal 30 hari yang lalu” kata Kumalasari perempuan beranak dua, yang datang menyambut kami, setiba digubuk pak Kosot. Kumalasari adalah cucu pak Kosot.

Itulah rasa penyesalan bagiku, mengapa tak sempat mampir. Waktu itu, memang keburu hari sudah beranjak petang, pulang ziarah dari kampung Teluk Nipah Galang Baru, perkampungan suku laut di jembatan enam. Ternyata pada hari aku ingin singgah itu, isteri pak Kosot, mak Lilin, meninggal dunia.

Tiga bulan sebelumnya pula, anak pak Kosot yang rumahnya berdampingan dengan mushala meninggal dunia, sementara anak dan isteri dari almarhum pula pindah ke kampung lain, bertambah sepilah kampung itu.

Pak Kosot kini tak larat lagi berjalan, sewaktu kami ajak duduk keluar dari gubuknya, dengan bertongkatkan sebatang kayu, pak Kosot tertatih tatih, badannya bertambah kurus, kakinya kurus mengecil tinggal kulit pembalut tulang, susah nak diluruskan, persis kondisi isterinya waktu dulu.

Banyak yang kami ceritakan, nyaris persis apa yang diderita mak Lilin tempohari, itulah pula yang dialami dan diderita oleh pak Kosot sekarang, cucunya Kumalasari gantian mengantarkan lauk apa ada nya, kalau nasi, pak Kosot masih bisa memasak, dia melaksanakan itu dengan merangkak.

Hingga Juhur kami disana, shalat juhur di mushala, semak terlihat merayap di dinding mushala, bagian dalam pula lantainya berdebu, dipenuhi kotoran burung dan serangga, atap sebelah imam, sengnya terlepas, bekas bocoran hujan merusak plafond yang sudah lapuk. Battrey solar cell, tak ada ditempatnya, hilang raib entah kemana. Tandon air kapasitas 1000 liter warna orange, pecah nyaris terbelah dua. Tak ada lagi yang mengurus mushala.

Tengah hari itu, kami tinggalkan kampung Sadap, menuju kampung Rempang, kami berjumpa dengan pak Lurah, Pak Lurah Kelurahan Rempang Cate, di petang menjelang ashar pak Lurah masih berada di kantornya, kami titipkan mushala itu kepadanya, kepada pak Lurah yang baru tiga bulan menjabat, jadi belum bisa berbuat.

Data akurat jumlah penduduk Kelurahan yang diminta M Nur agak sulit di dapat. Begitulah, “saya baru 3 bulan jadi Lurah disini” ujar pak Lurah asal Natuna ini.

Jadi terpikir alangkah baiknya di kampung – kampung seperti Sadap, Terung, Panjang, Galang, Karas, kampung kampung tua lainnya di sekitar Batam ini, tidak dijadikan Kelurahaan, kembalikan ke Desa, ada kepala Kampung atau kepala Desa yang benar-benar tahu kondisi daerahnya, kehidupan masyarakatnya.

Kisah pak Kosot dan keluarganya yang hampir punah, bahkan kampungnya pun kini tinggal “sejengkal” saja, insyaallah tak akan terjadi.

Banyak lagi yang seperti pak Kosot dan mak Lilin, Suku Asli Batam yang berganti aqidah, karena kebijakan Desa menjadi Lurah.

Bagaimana mungkin mereka bisa faham, para Lurah – Lurah itu, mereka jauh tinggal puluhan kilometer dari orang kampung yang diurusnya.

Kembalikan kelurahan itu ke desa seperti semua, dipimpin tok Batin yang memang tahu dan faham seluk beluk, adat istiadat warganya. Dan kembalikan status tanah ulayat mereka. (*)

Kisah Tok Lambertus Laba Masuk Islam


tok laba dan tok Nur melaksanakan shalat pertama kali setelah masuk Islam

tok laba dan tok Nur melaksanakan shalat pertama kali setelah masuk Islam

NAMANYA Lambertus Laba, lahir di Lembata Flores, sejak muda lagi telah meninggalkan kampung halamannya. Tok Laba demikian dia disapa oleh cucu-cucunya, bahkan orang tua ini telah punya beberapa orang cicit. Laba, nama marga suku di Nusa Tenggara Timur sana.

Kamis 31 Oktober 2013 di rumah nya yang sederhana, rumah diatas laut, perkampungan SUKU LAUT, Pulau Lingka Batam, tok Laba yang sepanjang usianya adalah penganut Katolik, mengucapkan Dua Kalimat Syahadat meskipun dengan terbatah-batah. “Tiada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah” ucap tok Laba, maklum tok Laba dua kali diserang strok. Sejak mengucapkan Syahadat, nama tok Laba berubah, diganti menjadi Muhammad Laba.

Rumah tok Laba di Pulau Lingka Bersama anak , menantu dan cucu cucu tok Laba

Rumah tok Laba di Pulau Lingka Bersama anak , menantu dan cucu cucu tok Laba

Apa gerangan yang mempengaruhi tok Laba berubah keyakinan? Ternyata cucu-cucunya yang telah terlebih dahulu ber-agama Islam.
Setiap hari, berangkat dan pulang mengaji di surau kecil di belakang rumah panggung mereka, cucu-cucu tok Laba acap dan mesti menyalami kedua orang tua itu.

Demikan pula ketika sang cucu hendak pergi shalat, sang Atok pun diajak dan ditanya. Rupanya sapaan dan ajakan untuk pergi shalat bersama oleh sang cucu yang comel itu dapat mengugah hati tua tok Laba.

tok Laba , tok Nur

tok Laba , tok Nur

Tengah hari itupun bersama tok Laba, tok Nur isteri yang telah dinikahi oleh tok Laba hampir 50 tahun lalu, ikut bersama berikrar, bahwa, Tuhan mereka kini Allah, Satu, tidak Tiga, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada sekutu baginya. Tok Nur, meskipun dilahirkan di sampan diberi nama Nur Mardiah, sehingga saat mengulang ucapan Dua Kalimat Syahadat, tak harus berganti nama.

Tok Nur adalah perempuan suku Laut yang lugu, terlahir dan besar hinggakan tua bersama dengan sukunya. Suku Laut seperti tok Nur ini, banyak mendiami perairan Batam, mereka memakai adat istiadat Melayu, seperti panggilan tok.

Ratusan bahkan mungkin ribuan keluarga seperti tok Nur ini, mereka tak terjamah dakwah, yang mereka terima malah info dan cerita salah, bahwa suku Laut tak beragama, sehingga bebaslah para misionaris menggarap mereka.

Hal yang perlu diluruskan bahwa Suku Laut yang ada di perairan Batam bukan tidak beragama, kita bisa merujuk perang saudara antara Laksamana Lingga dgn Laksamana Bintan, kisah mangkatnya Sultan Mahmud II dan tidak adanya yang mengajari mereka tentang agama Islam itu yang membuat mereka demikian.

Buktinya, Ustadz Beny yang kini menetap disitu dengan tekun membimbing dan menuntun mereka, keluarga suku laut yang ada di Pulau Lingka itu.
Meskipun tak jauh dari kediaman tok Laba ada gereja besar dan megah, hati tok tok berdua, luluh dan lebih memilih Islam, melihat akhlak cucu-cucu mereka, san cucu tetap hormat dan sayang, walau berlainan agama. (Imbalo)