Suyoto, itu namanya kuat erat dipegangnya seakan takut hilang dan lepas pasport warna hijau 24 halaman yang diterbitkan oleh kantor imigrasi Blitar, umurnya baru 20 tahun teman di sebelahnya jufri , sama-sama memegang pasport yang didalamnya ada terlampir sobekan tiket dan bording pass.
Bersama Suyoto ad 20 an orang yang hampir sebaya jufri yang paling tua umurnya 36 tahun, punya anak dua lelaki yang tertua duduk di bangku smp katanya. Aku yang satu ferry dengan mereka kebetulan ada undangan di Kuala Lumpur, melihat paspot karena di luar pasport pun ada tercantum gambar masing-masing merka . jadi bukan hanya di dalam pasport saja.
“ojo hilang” canda jufri kepada Suyoto saat pasport nya ku lihat dan kukembalikan, soalnya harga paspot itu satu ekor sapi warna merah yang dijual untuk biaya menjadi TKI di Malaysia. Sapi warna putih agak murah jelas Jufri yang merah mahal. Empat juta untuk mengurus pasport termasuk ongkos Surabaya – Batam dan sampai ke tempat tujuan di Johor Bahru.
Di Blitar gaji seorang tukang seperti Jufri rp. 35.000,- di Jakarta rp. 40.000,- kalau di Malaysia 35 RM , “tapi makan rada mahal sedikit” jelasnya dalam bahasa jawa halus kepadaku saat kutanya sekitar berapa gajinya jadi tukang di Malaysia.
Pasport 24 halaman itu langsung disimpan Suyoto, mukanya terlihat agak tegang, lugu, karena inikali pertama ia menjadi TKI di negeri orang. Ada bungkusan hitam dari kantong plastik ditangannya, kata Suyoto itu titipan dari orang tua temannya sekampung di Malaysia yang kemarin tidak bisa pulang mudik lebaran ke Indonesia, kayak nya kue lebaran “gimana kalau kita makan saja sebagian” goda ku karena muka Suyoto tegang terus, terlihat dia mulai senyum, ada lesung pipit “dekik” di pipinya kata Jufri nyandain Suyoto. Masih beruntung Suyoto tammat SD di kampungnya, Karni teman yang duduk dibagian kursi belakang SD saja tak tammat, tapi dia sudah pandai nukang. Di Johor Bahru sedang pesat pembangunan.
Ramai rombongan lain, bukan dari Blitar saja di ferry Batam Fast, hampir semua penumpang di ferry itu TKI, di dalam pasport Jufri tertulis nama PJTK PT PANCAMANAH UTAMA alamat Sulojayan Blitar, tak jauh dari rumah mereka di desa Ludoyo Blitar, saat di imigrasi kedatangn di Stulang Laut, rombongan Jufri ini tidak langsung antri di depan loket pemeriksaan pasport, tetapi mereka di tempatkan duduk teratur, dengan muka yang pasrah, saat ku photo Jufri tersenyum, banyak juga TKW nya, di depan beberapa orang yang sedang menghadap petugas imigrasi, menyuruh perempuan pemegang pasport indonesia mundur ke belakang, saat kutanya ada apa, jawabnya menunggu toke nya menjeput.
Dua orang suami isteri berikut seorang anaknya cukup lama menunggu di depan petugas imigrasi terlihat namanya Fauzia, suami isteri itu dari Madura, tadinya duduk disebalah kananku, suaminya sudah menjadi warga negara Malaysia dan anaknya yang lahir di malaysia pun katanya sudah punya pasport Malaysia tetapi isterinya belum, itu mungkin yang jadi masaalah sehingga agak lama.
“Nak kemane pakcik” tanya Fauzia petugas imigrasi itu kepadaku setelah tiba giliran, agaknya basa basi sembari menyodorkan pasport yang telah di chop selama satu bulan waktu berkunjung di Malaysia. “KL” jawabku sembari melirik disamping komputer ada tulisan bahwa lama pelayanan hanya 30 saat sahaja, Fauzia tahu kalau aku melirik tulisan itu, tak sampai 30 saat aku pun dah keluar dari antrian kounter. Jufri dan teman-teman nya masih menunggu di bangku-bangku yang disediakan bagi mereka.
Aku melambaikan tangan, kepada saudara-saudara ku pahlawan devisa dari Blitar itu, kalau nanti “passing” mampir di Batam karena Jufri telah kuberikan alamatku di Batam.
Filed under: berita, catatan harian, dakwah, Dunia Islam, etika, hukum, indonesia, internasional, Lain-Lain, lowongan kerja, Malaysia, Melayu, opini, Peluang Usaha, pemerintah, pemko batam, Pendidikan, Politik, prilaku, sejarah, Singapura, Sosial, Thailand, umum, vietnam | 1 Comment »