Tamu yang kumaksud disini bukanlah tamu yang senang dengan hiruk pikuk kehidupan malam. Tetapi lebih kepada mereka yang suka tentang kehidupan ke-agama-an, ya sudah tentu Islam.
Awal bulan April 2017 ini temanku datang dari Malaysia, tiba di terminal ferry Harbour Bay Batu Ampar Batam dari terminal ferry Stulang Laut Johor Malaysia sekitar pukul 09.00 pagi, mereka naik ferry yang awal, kami langsung menuju ke Sekolah Hang Tuah. Mereka mandi, sarapan lontong yang ada di kantin sekolah, dan ganti/tukar pakaian, sejak pukul 24.00, malam sebelumnya,mereka naik Bus dari Kuala Lumpur ke Larkin. Larkin nama terminal bus di Johor Bahru. Naik taksi dari terminal bus ini ke terminal ferry naik taksi sekitar 15 RM. Dari terminal Ferry Stulang Laut ke Harbour Bay Batu Ampar lama perjalanan sekitar 90 menit, tarifnya pula sekali jalan 85 RM.
Setelah sarapan, kami keluar rumah, berangkat menuju Pelabuhan Telaga Punggur, pelabuhan ferry ke Tanjung Pinang, ongkos ferry ke ibukota provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini Rp. 56.000,- perorangnya. Tiba di pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang, sekitar satu jam perjalanan, kami menuju dermaga pompong yang hendak ke Pulau Penyengat. Naik pompong atau boat ini sekitar 15 menit, walaupun jaraknya tidak terlalu jauh hanya beberapa kilometer, memakan waktu karena laju boatnya pelan sekali.
Sembari menunggu penumpang cukup 15 orang, kami makan otak otak penganan dari ikan dicampur tepung, dibungkus daun kelapa, dipanggang diatas bara api tempurung kelapa. Otak otak ini banyak dijual disepanjang jalan keluar dan masuk dermaga. Sepertinya makanan ini khas Tanjung Pinang, walaupun di daerah lain ada dijual, tetapi rasanya berbeda, harganya cukup murah hanya rp.1.000,- sebuahnya.
Tambang atau ongkos dari dermaga pompong Tanjung Pinang ke Penyengat rp. 7.000,- perorang, tetapi kalau dicharter rp. 100.000,- bisa charter pulang pergi rp. 200.000,-. sang boat charteran akan menunggu kita.
Rencana, hendak shalat Juhur berjamaah di Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, tetapi sesaat kami naik keatas boat, terdengar suara azan. Dari dermaga ke masjid Sultan, tidak terlalu jauh sekitar seratus meter. Kami tiba jamaah shalat Juhur dari masjid itu sudah bersurai. Beberapa orang masih terlihat shalat, sepertinya masjid itu tidak pernah sepi dari orang shalat, kami pun shalat.
Di depan masjid bersejarah ini ada sebuah bangunan tempat Imam Masjid menerima tamunya, kami yang sebelumnya sudah buat janji hendak bertemu, bebincang tentang sejarah Melayu, dan yang kami temui, betul menguasai Sejarah yang ditanyakan.
Di Pulau Penyengat ada beberapa tempat bersejarah terutama tentang tamadun Melayu, untuk keliling ke tempat tempat itu kita bisa naik becak tarifnya selama satu jam rp. 30.000,- Beberapa tahun yang lalu untuk mengunjungi tempat tempat itu harus berjalan kaki, kemudian ada speda motor dan kini ada beca bermotor pula. Distu terdapat sebuah penginapan bagi mereka yang hendak bermalam. tarifnya sekitar 150 ribu rupiah semalamnya.
Kami mengunjungi makam Raja Ali Haji pengarang Gurindam Dua Belas, di komplek makam Engku Putri atau Raja Hamida, teman teman dari Malaysia terlihat cukup menikmati dan sangat terkesan. Apalagi saat membaca tulisan syair Gurindam di dinding makam, coba mendendangkan irama syair, yang sudah lama tidak terdengar lag
i di tempat mereka, mengingatkan masa kecil dahulu, dan ternyata irama itu berasal dari Pulau ini.
Hari beranjak petang, waktu itu cuaca agak mendung sedikit hujan gerimis, kami kembali ke Tanjung Pinang tidak mengunjungi situs yang lain. Perut terasa lapar, kami makan di kedai nasi Padang, yang terletak dekat pelabuhan. Sengaja makan di kedai nasi Padang karena rasa ini cocok dengan selera. Dan dengan ferry kembali menuju Batam.
Pelabuhan Telaga Punggur Batam yang sedang direnovasi kotor becek masih mengutip retribusi uang masuk, di Tanjung Pinang untuk masuk ke terminal ferry dipungut uang sebesar rp. 5.000,- perorang,
Dari pelabuhan Telaga Punggur dengan mobil kami langsung ke Mall Nagoya Hill, satu pusat perbelanjaan yang cukup besar dan ramai di Batam, sekitar satu jam disitu. Kami menuju masjid Jabal Arafah, terletak di sebelah Timur Mall.
Masjid ini juga salah satu tempat kunjungan para tetamu yang datang ke Batam, terletak diatas ketinggian bukit, ada menara, terlihat dari Mall, kalau kita naik keatas bisa melihat sekeliling Batam, tentu membayar beberapa ribu rupiah. Hari sudah magrib, kumandang azan terdengar, teman melaksanakan shalat jamak taqdim dan qashar. Setelah itu kami makan malam diseputaran Nagoya. Dan pulang ke rumah, sudah penat dan mengantuk karena sejak semalam belum selesa lagi tidur maklum didalam bus.
Pagi keesokan harinya sekitar pukul 08.00, kami keluar menuju, Mahad Said Bin Zaid, Mahad ini didirikan oleh Asia Muslim Charity Foundation (AMCF) bekerjasama dengan Muhammadiyah Batam. Disitu terdapat puluhan mahasiswa dari berbagai negara ASEAN, termasuk dari Piliphina yang sengaja hendak kami temui, kebetulan tamu yang bersama kami kali ini adalah dari Sabah, dipertemukan dengan pelajar dari Mindanao yang bisa bahasa iranun.
Beberapa saat berbincang, dari mahad kami menuju Pelabuhan Sagulung, dari dermaga ini naik boat laju menuju pulau Bulang Lintang, di Pulau Bulang Lintang terdapat makam terakhir seorang Tumenggung Kesultanan Johor yaitu Tumenggung Abdul Jamal, nama Tumenggung ini diabadikan oleh Pemerintah menjadi nama stadion olah raga di Batam.
Naik boat laju dari Sagulung, kalau ramai ramai atau sekitar 5 orang, perorangnya rp. 20.000,- jika kita pakai satu boat rp. 100.000,- . Di warung yang terdapat di pelabuhan rakyat ini kami makan, menu, lagi lagi nasi Padang, ikan sambal dan tak ketinggalan sambal ijo, “Ada dua gunung.” ujar teman Akiah Barabag, Ia mengambil poto nasi yang ada didalam piring, sajian khas yang tak pernah ditemuinya ditempat lain.
Melalui melaju pulau pulau kecil yang berhampiran dengan Batam terlihat ratusan kapal dan tongkang tongkang yang sedang di buat di dock Shipyard. Kami sampai di Pulau Bulang Lintan dan menuju komplek makam sang Tumenggung dan isterinya, serta kerabat yang lain.
Konon, setelah dari Bulang Lintang pemerintahan sang Tumenggung berpindah ke Singapura, setelah itu ke Johor dan hingga sekarang. Seperti yang tertulis diatas marmar yang terpasang di dinding makam.
Sembari bertolak pulang kami singgah dan melihat kerambah apung, kembali ke Sagulung, sampai di Tembesi, kami berbelok kekanan mampir ke jembatan Barelang, satu ikon Batam yang harus dikunjungi.
Seterusnya dilanjutkan shalat di masjid Raya Batam. Masjid Raya Batam ini adalah masjid terbesar di Batam, keistimewaan masjid ini tidak mempunyai tiang ditengahnya. Dari pelataran masjid terlihat kantor Walikota Batam atau Datuk Bandar, gedung DPRD Batam, Asrama Haji, dan dari situ juga terlihat tulisan “Well Come to Batam” terletak di ketinggian bukit sebelah selatam masjid. Dari pelataran masjid itu juga banyak orang berpoto dengan latar belakang tulisan tadi.
Masih didalamhalaman masjid banyak orang berjualan, kami menikmati rujak buah bumbu kacang yang dijual di gerobak, rujak yang dihargai rp. 12.000,- ini ludes habis memang lumayan enak rasanya. Sayang Cendol Dawet hari itu tidak ada kami inum air kelapa muda.
Setelah itu kami menuju pelabuhan ferry Batam Center, hendak pulang ke Malaysia, kalau kemarin datang ke Batam melalui pelabuhan Harbour Bay, pulangnya melalui pelabuhan Batam Center, dari Batam perorangnya sebesar rp. 255.000,-
Menjelang pukul 15.00 waktu Batam, mereka memasuki ruang tunggu dan pulang kembali ke Stulang Laut Johor Bahru Malaysia. Perjalanan yang cukup padat dalam waktu singkat semoga bermanfaat.
Filed under: pariwisata, sejarah | Leave a comment »