Mengejar Mimpi


Aku punya mimpi, sejak dulu, sejak kecil lagi, sebagian mimpi ku itu menjadi kenyataan.

Hehehe…… mimpi nya enggak muluk muluk koq, cuma pengen ngunjungi makam wali songo, dulu sewaktu di Sekolah Dasar ( d/h Sekolah Rakyat ) aku baca buku tentang penyebaran Islam di Indonesia yang di bawa wali songo. Kapan ya bisa ke Jawa gumam ku dalam hati.

Sekolah Rakyat waktu itu di kampung ku hanya sampai kelas 4 (empat ) saja, kelas 5 dan kelas 6 nya harus ke kecamatan.   Kampung ku itu bernama Kuala Besilam sekitar 4 kilometer dari Tanjung Pura Langkat. Kuala Besilam itu masuk Kecamatan Padang Tualang .

Meskipun kampung itu tak bisa di lalui mobil (emang mobil belum ada dulu ya)  karena memang jalan nya minta ampun, tetapi saat itu ada kereta api yang rutin setiap hari dari Kota Raja sekarang Banda Aceh ke Medan. Pukul 7 pagi biasa nya kereta api pertama yang dari Pangkalan Berandan sudah sampai di stasiun kereta api Kuala Besilam.

Kereta api itu membawa seorang guru kami yang paling cantik se Kuala Besilam, namanya Ibu Habibah. Ibu Habibah ini tinggal nya di Tanjung Pura orang tempat kami menyebut nya Langkat .

Beliau lah yang mengajarkan Agama Islam kepada kami, karena seorang guru yang satu lagi lelaki agamanya Kristen pak Siagian namanya.  Jadi di sekolah itu hanya ada dua orang guru yang mengajar di 4 kelas.  Empat rombongan belajar ini tak banyak murid nya hanya belasan orang, murid murid disitu adalah anak karyawan dari perkebunan Karet PT Bachruni, bekas nasionalisasi dari perkebunan Belanda.

Meskipun begitu Kuala Besilam adalah desa yang terkenal di manca negara, wai…….kenapa bisa , karena terkenal nya lah sehingga stasiun kereta api ada disitu, karena setiap tahun ada perayaan (Houl orang disana menyebut) dari tuan guru Besilam namanya, seorang yang ilmu ke Islaman nya sangat mumpuni di Nusantara, ahli Tareqat Naqasabandiya.

Murid murid nya banyak di Malaysia, Singapura, Brunai sampai ke Thailand sana, tak tahu apa kaitan nya dengan Kerajaan Islam di Nusantara yaitu kerajaan Champa. Tetapi kalau kita lihat dalam buku yang ada disitu, di perpustakaan pesantren , hampir semua Raja – Raja yang berada di Sumatera jauh sebelum kemerdekan belajar agama Islam  di Besilam.

Tanjung Pura sekitar 60 kilometer dari Medan, seorang satrawan terkemuka Indonesia Amir Hamzah dikebumikan disana, persis disamping Masjid Azizi.

SMP kulalui di Tanjung Pura, keadaan ekonomi yang sangat berpengaruh dengan keadaan politik dengan meletus nya G30S PKI, kami pindah ke Medan. Banyak teman sebanyaku waktu itu , orang tuanya tak tentu rimbanya, karena mereka mendapatkan tanah untuk di garap, di buat sawah atau ladang, dan untuk mendapatkan lahan mereka  harus ikut dalam salah satu organisasi Tani yang rupanya di bawah (onderbow) orpol yang terlarang.