Masjid Cheng Ho Surabaya : Tiru Arsitektur Masjid Niu Jie Beijing


Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya

Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya

Tiba  dilokasi masjid Muhammad Cheng Ho, seorang satpam menyambut kami. Dari pintu gerbang masuk , tak terlihat kalau ada masjid. Terhalang bagian belakang areal bangunan serba guna komplek Pembina Iman Tauhid Indonesia (PITI) Jawa Timur .

Memasuki halaman parkir yang juga berfungsi sebagai lapangan oleh raga, barulah terlihat bangunan yang menyerupai kelenteng (rumah ibadah umat Tri Dharma) . Itulah masjid Cheng Ho, masjid ini didominasi warna merah, hijau, dan kuning. Ornamennya kental nuansa Tiongkok lama. Gaya Niu Jie tampak pada bagian puncak, atau atap utama, dan mahkota masjid.

Arsitektur Masjid Cheng Ho meniru Masjid Niu Jie (Ox Street) di Beijing sana yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Selebihnya, hasil perpaduan arsitektur Timur Tengah dan budaya lokal, Jawa. Arsiteknya pula adalah Ir. Abdul Aziz dari Bojonegoro.

Pintu masuknya menyerupai bentuk pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk sebagai pelengkap bangunan masjid.Selain Surabaya di Palembang juga telah ada masjid serupa dengan nama Masjid Cheng Ho Palembang atau Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang.

Bersama Ustadz Haji Wang Jin Shui , Imam masjid Cheng Ho Surabaya

Bersama Ustadz Haji Wang Jin Shui , Imam masjid Cheng Ho Surabaya

Masjid ini terletak di jalan Gading Surabaya , saat kami datang, shalat juhur sedang berlangsung, Buletin Jumat (BJ) bergegas mengambil wuduk, namun sayang tak sempat mengikuti shalat berjamaah.

Masjid Cheng Ho ini selesai dibangun dan diresmikan 13 Oktober 2002,” Diberikan nama seperti itu merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, Laksamana asal Cina yang beragama Islam. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Cheng Ho bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, juga menyebarkan agama Islam”. Jelas ustadz Haji Wang Jin Shui , Imam masjid yang sudah delapan tahun menjadi imam tetap di masjid itu.

Tak ada daun pintu di masjid, secara keseluruhan Masjid Muhammad Cheng Hoo berukuran 21 x 11 meter, dengan bangunan utama 11 x 9 meter. Pada sisi utara dan selatan bangunan utama terdapat bangunan pendukung yang lebih rendah daripada bangunan utama. Ukuran 11 meter pada bangunan utama masjid diambil dari ukuran panjang/lebar Ka’bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS. Sedangkan ukuran 9 meter inspirasinya didapat dari sejarah Walisongo yang melaksanakan syi’ar Islam di tanah Jawa. Masjid Muhammad Cheng Hoo mampu menampung hingga 200 orang jamaah.
Imam masjid yang juga punya nama Indonesia , H. Ahmad Hariyono ini menjelaskan, soal penyebutan china yang sangat menyakitkan hati, diawal kemerdekaan RI. Hingga ke hari ini masih terngiang ngiang dan sejarah pahit bagi mereka.  “Sebut dan panggil saja Tiong Hoa “ jelas ustad yang fasih berbahasaa Arab ini.

Gedung PITI Jawa Timur

Gedung PITI Jawa Timur

Saat BJ mengenalkan diri dan menyebut nama Indonesia, Imbalo Iman Sakti,  dan punya nama Tiong Hoa juga, yaitu “Tan Ko Cu”.  Ustadz Ahmad Wong,  demikian beliau sering disapa tersenyum lucu.  Tetapi, setelah dijelaskan bahwa Tan bukan lah she (marga) hanya asal kata dari ATAN, itu  adalah panggilan untuk lelaki suku melayu, tempatku bermastautin di Batam sekarang, dan KO CU pula kebalikan dari asal kata UC OK, nama panggilan anak lelaki di Tapanuli, tempat kelahiranku dulu. Ustadz yang sedang menunggu bea siswa untuk melanjutkan Phd nya ini, malah tambah tertawa. Dan aku yakin,  beliu tahu betul dengan Ucok AKA penyanyi legendaris asal Surabaya.

Masjid Muhammad Cheng Hoo dibangun atas gagasan HMY. Bambang Sujanto dan teman-teman PITI. Fasilitas yang ada di dalam kompleks Masjid Muhammad Cheng Hoo itu antara lain: kantor, sekolah TK, lapangan olah raga yang juga berfunsi sebagai lapangan parkir , kelas kursus bahasa mandarin dan kantin.
Fasilitas tersebut disediakan demi kenyamanan beribadah dan untuk mempererat tali silaturahmi sesama umat. Selain itu banyak juga kegiatan sosial yang diselenggarakan PITI mengambil tempat di kompleks masjid ini, beberapa diantaranya: distribusi sembako murah, donor darah, serta pengobatan akupunktur.

Ustadz Ahmad Wong, bergegas masuk ke ruang sebelah tempat Imam , beberapa buku diberikannya kepada BJ. Sayang kami tak dapat bertemu dengan Haji Bambang Sujanto pendiri dan penggagas berdirinya masjid yang banyak dikunjungi orang baik dalam dan luar negeri ini . “Beliau selalu berpergian keluar daerah maupun keluar negeri” ujar Imam Ahmad Wong yang juga dosen tetap disalah satu universitas terkenal di Surabaya.
Kami tinggalkan komplek masjid yang diilhami Perpaduan Gaya Tiongkok dan Arab yang memang menjadi ciri khas masjid itu.

Ilal Liqo ustadz Wong, semoga cepat dapat bea siswa.

Satu Tanggapan

  1. maksih, sangat membantu, slam kenal

    Suka

Tinggalkan komentar